Neutron Yogyakarta

Jaga Ketahanan Pangan Dalam Negeri

Produksi Pakan Pengaruhi Kebutuhan
Jaga Ketahanan Pangan Dalam Negeri
SEMINAR: Ketersediaan pangan, terutama protein di Indonesia menjadi satu hal yang krusial. Mengingat banyak dampak yang.(NAILA NIHAYAH/RADAR JOGJA)

MAGELANG, Koran Magelang – Pandemi memberikan multi efek, termasuk sektor pertanian. Seiring dengan iklim global yang tidak menentu dan dampak dari perang Rusia-Ukraina, membuat ketahanan pangan juga terancam. Di satu sisi, ketersediaan protein yang cukup dapat menjaga ketahanan pangan Indonesia.

Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya menjaga sumber nutrisi protein bagi ketahanan pangan nasional dan global. Satu diantaranya dengan menggalakkan sektor pertanian swasembada pangan. Kementan juga memiliki program yang terintegrasi, yakni penyediaan komoditas jagung, ikan, padi, dan unggas lokal.

Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta-Magelang (Polbangtan YoMa), Bambang Sudarmanto menuturkan akibat perang Rusia-Ukraina membuat sejumlah negara memilih untuk menutup ekspor bahan pangan demi menjaga persediaan pangan di wilayahnya. Hal itu tentu perlu adanya upaya agar ketahanan pangan bisa terus diproduksi, bahkan meningkatkan produktivitasnya.

Dengan demikian, memang perlu adanya upaya untuk mempertahankan cadangan pangan di Indonesia. “Supaya kalau di lapangan tetap berusaha agar produk pertanian off season atau tidak mengenal musim, karena musim sudah tidak menentu,” ujarnya saat membuka seminar nasional di Aula Polbangtan YoMa, Rabu (22/6).

Ketika negara tidak mengekspor pangan, lanjut dia, maka Indonesia yang notabene sebagai negara agraris, dengan produktivitas pangan yang dimiliki bisa diangkat. “Kita diversifikasikan, sehingga tidak hanya mengandalkan satu atau dua komoditas pangan,” katanya.

Kepala Pusat Pendidikan Pertanian, Kementerian Pertanian, Idha Widi Arsanti menjelaskan ketahanan pangan dan upaya pemenuhan protein hewani dan nabati, membuat pemerintah dihadapkan dengan berbagai macam kendala. Satu diantaranya adalah stunting.

Dia menyebut, berdasarkan data yang diperoleh, satu dari tiga anak di Indonesia mengalami stunting. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup, Idha berharap, fenomena stunting semakin didorong untuk segera dieliminasi. Tentunya harus berkolaborasi dengan kementerian atau lembaga terkait.

Sejak 2015 hingga saat ini, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan ketersediaan pangan. Terutama populasi ternak sapi melalui kegiatan optimalisasi reproduksi mendukung ketahanan pangan.
Sementara itu, Koodinator Kelompok Harga Pangan, Badan Pangan Nasional Rachmi Widiriani mengatakan, kebanyakan masyarakat lebih memilih mengonsumsi ikan dan unggas sebagai asupan protein. Selain mudah ditemui, harganya juga relatif murah.

Menurutnya, satu butir telur yang dikonsumsi setiap hari dapat mengurangi prevalensi stunting. “Namun, pemerintah juga harus melihat terkait peningkatan konsumsi, apakah negara cukup untuk menyediakan protein hewani,” bebernya.

Dia menyebut, ada beberapa rekomendasi kebijakan penguatan pembangunan pangan nasional. Diantaranya penguatan badan usaha milik negara (BUMN) menjadi offtaker utama atau hubungan logistik yang memuat jaminan harga dan pasar bagi petani.

Pengembangan, pelaksanaan, dan pemantauan rencana aksi nasional pembangunan pangan perlu diintegrasikan dengan program kerja antar kementerian atau lembaga. Selain itu, dapat memperkuat sinergi dengan kementerian atau lembaga, terkait percepatan penanganan daerah rentan rawan pangan.

Ketua Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) Korwil Jawa Timur Irfan H Djunaidi menyebut, ketersediaan pakan di Indonesia masuk dalam kategori sepuluh besar produksi pakan terbesar dunia dengan jumlah total 22 juta ton per tahun. Penyerapan terhadap pakan yang cukup besar itu membuat kapasitas produksi pakan juga ikut besar.

Irfan membeberkan, tantangan dunia industri pakan di Indonesia berasal dari kompetisi penggunaan bahan pakan yang terdiri dari food, feed, and fuel. Selain itu, ketersediaan bahan pakan lokal hanya sekitar 35 persen dibanding pakan impor sebesar 65 persen.

Dengan demikian, potensi pakan lokal masih perlu dikembangkan sebagai bahan sumber protein. Sedangkan sebagian besar pemenuhan kebutuhan pakan di Indonesia berasal dari produk impor. “Ini yang menjadi tantangan selanjutnya untuk perlahan mengubah dinamika itu,” paparnya. (aya/bah/sat)

Lainnya