MAGELANG, Koran Magelang – Hasil penelusuran jejak-jejak religi di Kota Magelang lantas dituangkan dalam bentuk seni lukis. Penelusuran itu dilakukan selama dua bulan oleh pelukis sekaligus tokoh supranatural Gus Soleh Pati. Dikenal dalam melukis atau menggambarkan wujud rupa makhluk gaib yang dilihatnya.
Hal itu ditampilkan dengan menggelar pameran tunggal serta lelang lukisan untuk anak yatim di Lobi Hotel Atria mulai Jumat hingga Sabtu (1-16/7). Ada sebanyak 21 lukisan tokoh ulama masyhur yang pernah menjejakkan kaki di Kota Magelang. Mulai dari Syekh Subakir, Pangeran Diponegoro, hingga Kyai Langgeng. Penggambaran makhluk halus tersebut dalam sebuah lukisan menjadi pembuktian yang nyata atas apa yang dilihatnya. Proses visualisasi yang dilakukannya tidak langsung menggambar pada media yang ada. Melainkan sebelumnya ada proses penaklukkan makhluk astral dengan didahului pembacaan doa.
Dia nenyebut, beberapa lokasi yang dijadikan penelusuran yakni di belakang Masjid Agung Kauman Kota Magelang, Goa Jepang, Taman Kyai Langgeng (TKL) Ecopark, Candi Borobudur, hingga Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Kota Magelang. Gus Soleh berkeinginan untuk menaikkannya menjadi wisata religi agar masyarakat sekitar maupun luar daerah dapat mengunjunginya.
Dia mengatakan, kebanyakan karyanya memang berasal dari penelusuran dimensi lain. Melihat sosoknya lalu dituangkan dalam seni lukis. “Saya kemudian tertarik untuk ke Gunung Tidar, melukis dimensi lain dari Syekh Subakir,” ujarnya di sela-sela pembukaan.
Sekretaris Daerah Kota Magelang Joko Budiyono mengapresiasi terselenggaranya pameran lukisan terkait penelusuran beberapa tempat religi di Kota Magelang. Dia menilai, Kota Magelang ini sangat potensial dalam pengembangan wisata, baik dari sisi budaya, keluarga, olahraga, alam, maupun religi.
Joko menambahkan, pameran ini sekaligus dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Sehingga perputaran roda perekonomian yang semula kolaps akibat hantaman pandemi, perlahan dapat meningkat. Tentunya, kegiatan ini juga akan menumbuhkan pemahaman terkait wisata religi. “Bukan berarti ke hal yang sifatnya tidak baik, tapi diarahkan ke hal-hal yang sifatnya agama Islam. Tidak pula membodohi masyarakat,” paparnya.
Jika hal itu dikembangkan lebih besar lagi, kata Joko, akan memajukan pariwisata di Kota Magelang. Kendati demikian, dia menekankan agar dibentuk narasi atau cerita, serta disesuaikan dengan sejarah yang ada sekaligus dapat dipertanggungjawabkan. Agar nantinya masyarakat percaya bahwa di tempat-tempat teesebut tersimpan sejarah yang belum diketahui.
Joko mencontohkan seperti halnya dengam Gunung Tidar. Di sana ada maqom yang dipercaya sebagai tempat singgah ulama masyhur kala itu. Ketika dimunculkan narasi yang apik, tentu masyarakat akan berdatangan. “Hal ini harus bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) untuk mengkolaborasi ide-ide yang dipunya dan akan ditindaklanjuti,” ujarnya.
Di Kota Magelang, Joko menyebut, sudah ada tiga wisata religi. Di antaranya Gunung Tidar, TKL, dan makam Kyai Dudo. Keitga tempat itu perlu diupayakan agar lebih dikenal lagi oleh masyarakat luas. Dia juga menegaskan, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, butuh uluran tangan dari masyarakat, khususnya para seniman untuk memberikan multi player effect.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Daerah Sekda Kota Magelang Chrisatrya Yonas Nusantrawan Bolla menuturkan, lukisan-lukisan milik Gus Soleh Pati ini, memang perlu adanya kerja sama dengan pihak terkait agar dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga dapat menambah potensi wisata religi di Kota Magelang.
Wisata religi ini tentu dapat menarik wisatawan untuk datang ke Kota Magelang. Mengingat pemerintah juga gencar menata proyek destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) Candi Borobudur. “Hal itu juga dapat memberikan informasi kepada wisatawan, ternyata di Kota Magelang ada sesuatu yang menarik untuk dikunjungi dan dipelajari,” jelasnya. (aya/pra/sat)