JOGJA – Musim pancaroba menimbulkan berbagai potensi penyakit. Salah satunya leptospirosis. Di Kota Jogja, pengidap penyakit ini memiliki fatalitas kematian sampai 30 persen.
Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Jogja dr Endang Sri Rahayu menemukan enam kasus leptospirosis sepanjang 2022. Dua kasus di antaranya meninggal dunia.
“Jangan lupa, penyakit bukan hanya Covid-19. Meski tidak banyak kasusnya, fatalitas kematiannya cukup tinggi,” sebut Endang dalam jumpa pers yang digelar di Diskominfosan Kota Jogja, Senin (18/7).
Fatalitas kematian yang tinggi ini mencapai 30 persen. Diakibatkan oleh tidak mudahnya terdeteksi penyakit. Sebab gejalanya mirip dengan dengan demam biasa. Demam pun, suhu tubuh penderitanya maksimal hanya 37,5 derajat celcius.
Kendati masa inkubasinya hanya memakan 2-7 hari. Namun, pasien akan mengalami gejala lain seperti pusing dan nyeri otot. “Ciri khusus yang nyeri ini terjadi di betis,” ujarnya.
Endang pun mengungkap, ledakan kasus leptospirosis pernah terjadi pada tahun 2015. Tercatat sebanyak 23 kasus dengan enam kematian. Penyakit ini juga dikenal dengan flu tikus. Lantaran sebagian besar kasusnya, bakteri leptospira berasal dari urine hama pengerat ini. Meskipun, bisa saja ditularkan oleh kambing dan kuda. “Cara penularannya masuk melalui bagian tubuh yang terbuka,” paparnya.
Dibeber, dalam anamnesa, umumnya dokter akan menanyakan aktivitas yang baru dilakukan oleh pasien bergejala. Guna menguatkan dugaan, pasien terpapar leptospirosis. Aktivitas itu biasanya seperti berhubungan dengan sampah, sawah, sungai, atau pertambangan. Tempat yang dimungkinkan jadi lokasi tikus membuang urine. “Karena harus ada ketentuan PCR,” lontarnya.
Berikut beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk menghindarkan diri dari leptospirosis. Mulailah untuk peduli dengan gejala yang dialami oleh tubuh. Menjaga kebersihan pun mutlak dilakukan. Gunakan APD jika hendak beraktivitas berisiko. “Pakai sarung tangan menutup siku, sepatu boots,” pesan Endang.
Selain itu, Endang juga mengharapkan masyarakat tidak mengundang keberadaan tikus di sekitarnya. Hal itu dapat dilakukan dengan membuang barang yang dapat menjadi sarang tikus. Serta menutup makanan dengan rapat. “Karena tikus itu ada di mana-mana. Jadi penting menjaga makanan agar tidak tersentuh tikus,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinkes Kota Jogja Emma Rahmi Aryani pun menegaskan, kini kembali memperhatikan potensi penyakit lain yang berkembang di masyarakat. Mulai dari demam berdarah sampai stunting. “Capaiannya agak turun, karena fokus ke Covid-19,” keluhnya. (fat/laz)