JOGJA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) melakukan pengecekan ke SMPN 1 Depok, kemarin (18/7). Ini terkait laporan adanya pungutan seragam baru berupa pembelian seragam melalui sekolah.
Kepala Keasistenan Pencegahan ORI DIJ Chasidin menuturkan, pantauan bagian dari penerimaan peserta didik baru (PPDB). Informasi didapatkan tim dari para orang tua siswa. Terutama yang mempertanyakan mekanisme pembelian seragam baru di sekolah.
“Terkait pemesanan dan pembayaran seragam, setelah diklarifikasi ternyata dikoordinasi orang tua murid, masing-masing kelas ditunjuk satu untuk korlap yang pesan seragam. Tapi yang ingin membeli di luar itu bisa,” jelasnya saat ditemui di SMPN 1 Depok, Sleman, Senin(18/7).
Dalam kesempatan sidak itu, pihak sekolah membantah adanya kewajiban membeli seragam melalui sekolah. Seluruhnya dilakukan oleh para orang tua siswa. Dengan menunjuk satu koordinator untuk setiap kelas.
Koordinator orangtua siswa, lanjutnya, ada enam orang. Jumlah ini menyesuaikan jumlah kelas VII di SMPN 1 Depok. Untuk kemudian membeli secara bersama-sama di lokasi penjualan seragam yang sama. “Jadi tidak ada berkewajiban untuk beli. Masing-masing ada enam orang yang menjadi perwakilan masing-masing kelas,” katanya.
Walau begitu, pihaknya tidak percaya begitu saja. Pastinya tim masih akan mendalami informasi awal. Hingga akhirnya ditemukan bukti-bukti tentang kewajiban pembelian seragam melalui sekolah.
Untuk saat ini timnya belum menemukan indikasi. Terutama untuk mengarahkan ke penjual tertentu. Di satu sisi Chasidin menuturkan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman telah memberikan ke sekolah-sekolah tentang kebijakan pembelian seragam.
“Kami nanti akan dalami ada unsur campur tangan (sekolah) atau tidak. Kalau aturan tidak boleh, tapi kalau dari orang tua siswa dan kesepakatan bersama itu boleh. Tapi kalau sekolah atau komite, tidak boleh,” tegasnya.
Kepala SMPN 1 Depok Sleman Sukendar memastikan sekolahnya patuh aturan. Tidak pernah memaksa orang tua untuk membeli seragam anak melalui sekolah. Seluruhnya diserahkan kepada orang tua masing-masing.
Sukendar mengaku sudah memberikan sosialisasi pada 2 Juli 2022. Dalam pertemuan dengan orang tua siswa itu menjelaskan bahwa seragam adalah tanggung jawab orang tua. Sekolah hanya memberikan acuan model seragam.
“Kalau sekarang silakan orang tua adakan perwakilan. Sekolah hanya berikan contoh ini identitas hari Senin, lalu pakaian training spek seperti ini, jangan sampai semau gue. Silakan mau beli di mana, sekolah hanya berikan spek contoh,” klaimnya.
Pemberian spesifikasi contoh, lanjutnya, agar seragam siswa tak berbeda. Terutama untuk seragam identitas dan pakaian olahraga siswa. Sehingga informasi diberikan jauh hari sebelumnya.
Dalam kesempatan ini, Sukendar menjawab adanya pembayaran seragam. Dia memastikan uang tersebut hanya titipan orang tua siswa. Kaitannya untuk pemesanan seragam identitas dan seragam olahraga. Besaran nominal mencapai kisaran Rp 400 ribu.
“Baru pesan. Dalam proses pesan ada yang titip uang. Bukan jual beli, tolong diluruskan. Ini orang tua titip uang dan sekolah belum ada bahan. Proses selanjutnya sudah kami kembalikan titipan uang ke orang tua,” ujarnya. (dwi/laz)