MAGELANG – Pandemi Covid-19 membuat sebagian orang tidak mendapat pekerjaan atau bahkan keluar dari pekerjaannya. Kondisi itu menuntut mereka untuk terus kreatif agar tetap produktif. Satu di antaranya pasangan suami istri (pasutri) di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, ini yang memanfaatkan bunga rosela menjadi berbagai macam olahan makanan.
Peluang memang selalu ada jika membuka mata lebar-lebar. Namun, hal itu juga tergantung pribadi masing-masing. Apakah bisa mengambil peluang tersebut atau tidak. Begitu pula yang dialami pasutri asal Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, ini.
Mereka adalah Doni Erlangga, 42, dan Wahyuningsih, 42. Keduanya mau tidak mau harus rela kembali pulang dari tanah rantau, Jakarta, ke tanah kelahiran Doni di Magelang. Untuk menyambung kehidupan, keduanya berinisiatif membuka wisata edukasi kopi dan teh rosela.
Tak hanya itu, di tangan mereka berdua, bunga rosela diubah menjadi belasan jenis minuman dan makanan. Rosela atau dikenal dengan nama asam kumbang, asam susur, maupun asam paya ini, merupakan spesies bunga yang berasal dari benua Afrika.
Biasanya, bunga berwarna merah hati itu kerap dijadikan penghias halaman rumah. Namun, kini banyak yang memanfaatkannya sebagai minuman hangat maupun dingin. Lantaran rosela bisa dibuat untuk penambah rasa menyegarkan dengan sensasi asam yang dimiliki.
Yuyun mengatakan, usaha pembuatan aneka olahan rosela itu baru dibuka pada Ramadan tahun ini. Saat di Jakarta, sang suami bekerja sebagai konsultan proyek. Namun adanya pandemi berimbas pada pekerjaannya. Sepi, sehingga mereka memutuskan untuk pulang dan membuka usaha sendiri.
Usaha ini tidak serta-merta dilakukan. Ada banyak pertimbangan yang harus dimatangkan. Saat tinggal di Kota Metropolitan itu, Yuyun mengaku punya hobi menanam tanaman herbal yang menyehatkan. “Akhirnya, kami mencoba budi daya tanaman rosela,” ujarnya saat ditemui di Krajan I, RT 02/RW 01, Kiyudan, Majaksingi, Kecamatan Borobudur, kemarin (18/7).
Padahal, sebelumnya mereka ingin membangun homestay. Mengingat Candi Borobudur kini menjadi destinasi pariwisata super prioritas (DPSP), tentu akan membuka peluang para wisatawan untuk menginap di kawasannya. Tapi, sampai saat ini baru terbangun satu unit. Jadi, mereka memanfaatkan lahan yang masih kosong untuk ditanami rosela.
Rosela memang terkenal akan produk tehnya. Doni dan Yuyun mengemas teh tersebut menjadi dua jenis. Biasa dan premium. Tidak kehabisan akal, biji bunga rosela juga diubah menjadi serbuk yang disangrai layaknya kopi.
Mereka menilai, produk itu jarang ditemui di tempat lain. Bahkan bisa dikatakan sebagai satu-satunya yang memanfaatkan biji rosela menjadi kopi. “Mau kami sebut minuman serbuk rosela kan susah. Jadi kami sebut ini kopi rosela. Saya yakin, produk ini jarang ada di tempat lain,” ujar ibu satu anak ini.
Dia menyebut, ada dua jenis rosela yang mereka tanam. Merah dan ungu. Rosela merah terkesan lebih asam. Sementara waktu tanam mulai tiga sampai empat bulan hingga rosela siap panen. Setiap setelah panen, tanaman akan mereka ganti dengan yang baru agar hasilnya maksimal dan menghasilkan bunga roselanya yang besar.
Yuyun juga menyampaikan, saat ini mereka memiliki 15 lebih varian olahan berbahan bunga rosela. Selain teh dari kelopak rosela dan kopi dari biji rosela, ia juga menggarap manisan kelopak rosela. Tak hanya itu, ada pula sirup, jeli, puding, teh celup, roti bakar, singkong goreng, dan pisang goreng rosela.
Serta aneka minuman berbahan rosela, baik hangat maupun dingin. Mulai dari kelopak rosela kering untuk teh, kopi, sirup rosela, dan minuman lainnya. Harganya pun terbilah ekonomis. Mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu per bungkus. “Dikonsumsi on the spot atau di lokasi juga bisa sambil ngobrol dan menikmati pemandangan perbukitan Menoreh,” timpal Doni.
Dia menambahkan, manfaat olahan rosela ini cukup banyak dan baik untuk tubuh manusia. Sebagai antioksidan yang menangkal radikal bebas pada tubuh manusia, meningkatkan imun tubuh, mencegah risiko obesitas, membantu program diet, meremajakan kulit, mencegah darah tinggi, dan mencegah penyakit jantung.
Selama ini, sudah banyak wisatawan lokal, luar daerah, maupun wisatawan asing yang mampir untuk menikmati olahan rosela. Biasanya wisatawan memiliki minat khusus terhadap rosela. “Karena lokasi kami memang kurang lebih 2 km dari pusat Candi Borobudur, jadi memang khusus ke lokasi kami,” tandasnya.
Seiring kembali normalnya kondisi pandemi, dia berharap, perekonomiannya akan semakin meningkat. Terlebih, tempat tinggalnya berada di kawasan Candi Borobudur yang digadang-gadang jadi DPSP. (aya/laz)