MAGELANG – Sebagai bentuk persembahan kepada dua guru bangsa, yakni Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Syafii Maarif (Buya Syafii), museum milik Oei Hong Djien (OHD) ini menggelar pameran seni rupa bertajuk ‘Mata Air Bangsa’. Ada 23 perupa dengan 38 karya yang ikut andil mengekspresikan ide dan gagasannya soal dua tokoh guru bangsa tersebut.
Selamat jalan, Gus. Selamat jalan, Dur.
Dalam dirimu ada seorang pujangga yang tak binasa.
Hatimu suaka bagi segala umat yang ingin membangun kembali
puing-puing cinta, ibukota bagi kaum yang teraniaya.
Ketika kami semua ingin jadi presiden,
baju presidenmu sudah lebih dulu kautanggalkan.
Itu adalah bagian akhir dari puisi berjudul, “Durrahman” karya Joko Pinurbo yang dibacakan oleh Butet Kartaredjasa. Dengan gaya khasnya, meski baru sembuh dari sakit, Butet sukses membius pengunjung pameran seni rupa bertajuk ‘Mata Air Bangsa’ di museum OHD, Sabtu malam (30/7). Juga dibuka dengan membunyikan kentungan, bedug, maupun lonceng oleh perwakilan enam agama.
Pameran yang bakal berlangsung 31 Juli hingga 28 November 2022 ini menampilkan karya milik Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Butet Kartaredjasa, Djoko Pekik, G. Djoko Susilo, Goenawan Muhammad, Nasirun, dan lain-lain. Serta menampilkan 13 karya koleksi OHD Museum, seperti karya Affandi, Hendra Gunawan, Heri Dono, dan lain-lain yang bertema serupa.
Pemilik OHD Museum Oei Hong Djien menuturkan, ketika gelombang pertama pandemi Covid-19 agak mereda, tepatnya di penghujung tahun 2020, dia menerima sebuah lukisan baru dari pelukis G. Djojo Susilo lewat WhatsApp. Berupa dua wajah berwarna hitam putih dengan medium cat minyak di atas kanvas. Adalah wajah dua tokoh guru bangsa Gus Mus dan Buya Syafii.
Lantas, foto lukisan itu juga dikirim ke Gus Mus oleh pelukisnya dan diteruskan kepada Buya Syafii. Sang pelukis pun mendapat perintah langaung dari Buya Syafii untuk melukis ulang karya tersebut untuknya. Tak berselang lama, Buya Syafii menulis sebuah artikel di Harian Kompas pada 5 Januari 2021, menyebut lukisan itu mendahului zaman. Juga, membahas soal munculnya masa baru paska Muhammadiyah-NU.
Gayung sambut. Timbullah ide dari kedua guru bangsa tersebut untuk menjabarkan lukisan tersebut dalam suatu pameran seni rupa. Hingga akhirnya menggelar sejumlah pertemuan dan percakapan dengan sejumlah tokoh.
Topik percakapan itu beragam, mulai dari situasi sosial yang beririsan dengan politik, seni rupa, terutama lukisan. Selain itu, juga soal peran negara dan swasta terhadap kesenian, serta apa yang bisa diperankan oleh seniman.
Dari ujung percakapan itu, kata OHD, ada kesepakatan bahwa seni rupa harus mengambil peran, sekecil apapun untuk menyuarakan harapan di tengah sengkarut persoalan. Pameran serupa sudah pernah diadakan bertajuk “Manusia dan Kemanusiaan” saat Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) pada 2019, soal polarisasi bangsa yang tengah bersitegang atas inisiatif Gus Mus.
Sebetulnya, pameran yang berisi pesan ‘bagaimana menyuarakan keteladanan dari sosok dan tokoh tertentu’ ini direncanakan dibuka pada 19 Agustus 2021. Lantaran pandemi, sehingga pelaksanaannya ditunda hingga 2 Juli 2022. “Tapi, lima minggu sebelum terlaksana, Buya Syafii pada 27 Mei 2022 dipanggil pulang oleh Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya ditunda lagi,” jelasnya, Sabtu (30/7).
Lantaran timbul ide baru dari para pelukis untuk mengenang Buya Syafii, Gus Mus mengusulkan kepada G. Djoko Susilo membuat lukisan Gus Dur bertemu dengan Buya Syafii merangkul Indonesia. Kemudian, 23 seniman turut menyuarakan hatinya dengan cara masing-masing soal pentingnya menjaga persatuan bangsa.
Pameran ini diikuti lintas golongan, agama, etnis, generasi, dan gender. Sehingga menggambarkan Bhinekka Tunggal Ika. Hasrat pameran ini, sesederhana dan sesubjektif apapun, adalah ikhtiar untuk menyuarakan keteladanan, mengolah pokok soal spesifik bagi dua sosok ‘Mata Air Bangsa’. Selain itu, pameran ini sekaligus menjadi perayaan ulang tahun ke-25 OHD Museum.
Sementara itu, pelukis G. Djoko Susilo menceritakan, awalnya memang dia berkomunikasi dengan Gus Mus dan melukis Buya Syafii dengan Gus Mus. Lalu, lukisan miliknya itu difoto dan dikirim kepada Gus Mus via WhatsApp. “Gus Mus bilang, ‘saya kirim ke buya ya’. Tiba-tiba buya telepon terus bicara tentang pameran, dan lain-lain,” jelasnya.
Dengan adanya pameran ini yang secara khusus dipersembahkan untuk dua guru bangsa itu, Djoko yakin, hubungan dua organisasi masyarakat (ormas) besar, Muhammadiyah dan NU akan baik dan aman.
Direktur Wahid Foundation Zannuba Arifah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid mengapresiasi terselenggaranya pameran di OHD Museum yang menampilkan karya para seniman dan memang ditujukan untuk mengenang sosok Gus Dur dan sosok Buya Syafii Maarif. Pameran ini menjadi wadah seniman untuk menguatkan nilai-nilai persatuan dan kebebasan.
Menurutnya, dengan adanya polarisasi yang makin menguat di dunia, dirasa perlu lebih banyak lagi tokoh-tokoh publik yang menyuarakan agar keutuhan bangsa tetap terjaga. Mengingat perbedaan bukan menjadi satu hal yang memisahkan, tapi justru memperkaya umat. “Ini adalah upaya menghidupkan nilai-nilai yang dulu diusung oleh beliau-beliau tersebut,” paparnya. (pra)