MUNGKID – Sebuah puskesmas yang terletak di Dusun Probolinggo, Desa Gulon, Kecamatan Salam mangkrak lantaran kurangnya tenaga medis. Puskesmas ini merupakan bantuan dari masyarakat Jawa Timur, pasca erupsi Gunung Merapi 2010 silam dan diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Timur pada 2013.
Dari tampilan luar, puskesmas itu tampak tidak terawat dengan rerumputan di depannya. Bahkan, ada beberapa pintu yang telah rusak. Begitu pula di bagian dalam, tampak berdebu. Saat ditilik, bagian dalamnya sudah kosong, hanya ada beberapa ranjang dan meja.
Seorang penjual makanan, Ririn mengaku puskesmas itu penah dibuka. Lantaran menurut petugas Puskesmas Salam tenaga medisnya tidak ada, membuat puskesmas itu terpaksa ditutup. Padahal, keberadaan puskesmas di desanya itu sangat membantu masyarakat. Terlebih dengan masyarakat Srumbung yang notabene jauh dari fasilitas kesehatan (faskes).
Biasanya, ketika masyarakat sakit atau membutuhkan pengobatan, mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menuju Puskesmas Salam. “Karena puskesmas itu tidak berfungsi, ya terpaksa larinya ke Puskesmas Salam,” ujarnya yang sudah berjualan pada 2007 lalu, Selasa (2/8).
Dia melanjutkan, setelah puskesmas tersebut ditutup, semua fasilitas yang ada, sudah diambil oleh petugas Puskesmas Salam. Lantas, sudah tidak ada lagi yang pernah datang. “Entah sekadar membersihkan atau memeriksa,” ungkapnya.
Kepala Desa (Kades) Gulon Nanang Bintartana mengklaim, tanah yang digunakan puskesmas itu adalah milik desa dengan luas 2.000 meter persegi. Dia mengaku, sejak dirinya diangkat menjadi kades pada 2014 lalu, puskesmas itu hingga sekarang belum menunjukkan kegiatan apapun. Hanya saja, puskesmas itu dirawat dan dibersihkan oleh Puskesmas Salam.
Nanang juga sempat mempertanyakan keaktifan dari puskesmas itu. Padahal, pasien di puskesmas induk, yakni Puskesmas Salam sudah terbilang melebihi kapasitas. “Kalau dari keterangan Puskesmas Salam, Pemkab Magelang belum memberikan tenaga medis, begitu pula dengan anggarannya,” kata dia.
Dia melanjutkan, puskesmas itu hendak dipakai sebagai tempat isolasi terpusat (isoter) bagi tenaga kesehatan (nakes) yang positif Covid-19. Namun, lantaran di rumah sakit dirasa mampu dan masyarakat memilih isolasi mandiri (isoman) di rumah, sehingga tidak jadi difungsikan.
Ketika difungsikan, dia yakin, keberadaannya sangat membantu maayarakat sekitar. Terutama masyarakat Srumbung. Pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan pihak terkait agar kembali difungsikan sebagaimana mestinya. “Karena kami dulu belum memiliki bangunan kantor desa yang layak, sempat bertanya ‘apa tak pakai saja buat kantor desa’. Saya sampai minta gitu,” jelasnya.
Dia juga tidak mengetahui betul seluk-beluk bangunan tersebut. Kemungkinan, kata dia, wujudnya sudah menjadi bangunan dan tidak diserahkan kepada pemdes dalam bentuk uang. Sementara kata dia, status kepemilikan tanah masih milik desa. “Tapi, karena mungkin dulu kepala desa sebelum saya sudah ada MoU, kami juga tidak berani memfungsikan tanah dan bangunanya,” imbuh Nanang.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Magelang Bela Pinarsi mengatakan, sebelum pandemi, puskesmas itu difungsikan sebagai pustu. Namun, saat pandemi, semua pustu ditutup. Dia melanjutkan, semula memang ada rencana untuk digunakan sebagai isoter.
Lantaran pandemi Covid-19 mulai mereda, sehingga rencana tersebut tidak terealisasi. Ke depan, lanjut Bela, bakal diaktifkan kembali oleh Puskesmas Salam dan dibenahi lagi. “Insyaallah tetap dimanfaatkan dan nanti tenaga media juga dari sana,” jata dia.
Berdasarkan keterangannya, aset puskesmas tersebut sudah berada di tangan Dinkes Kabupaten Magelang. Ketika benar-benar dimanfaatkan kembali, nantinya soal pelaksanaan bakal dikoordinasikan kembali. Ketika harus menempatkan tenaga medis di sana, juga akan diatur jadwal dari puskesmas.
Namun, untuk penjajakan awal, kata dia, sementara puskesmas itu difungsikan sebagai pertolongan pertama. Selain itu, dengan adanya puskemas itu, nantinya bakal mendekatkan pelayanan masyarakat. (aya/bah)