MAGELANG – Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz menuturkan, substansi Rodanya Mas Bagia adalah kemandirian masyarakat. Dengan menggelontorkan dana Rp 30 juta tiap RT per tahun. Secara tidak langsung, program ini akan memunculkan rasa kegotongroyongan, karena secara geografis dan demografis, Kota Magelang merupakan kota yang masih punya jiwa pedesaan.
Dia menekankan agar senantiasa percaya diri dan membangun kota sendiri dengan memanfaatkan anggaran yang ada untuk kepentingan masyarakat. Di sisi birokrat, dia bersama jajarannya juga belajar banyak hal. Terutama soal bagaimana substansi membuat suatu program.
Terlebih, program itu tidak hanya akan menghabiskan anggaran, tapi juga bertujuan membuat masyarakat Kota Magelang semakin maju, sehat, dan bahagia. Menurutnya, hal itu sudah mulai berjalan.”Saya lihat bapak ibu sudah mulai menikmati program-program yang sudah kami luncurkan, ini adalah inovasi,” ujar Aziz pada acara Ngopi Bareng Pak Wali dan Kelompok Masyarakat (Pokmas) d Pendopo Pengabdian, Kompleks Rumah Dinas Wali Kota Magelang, Kamis sore (18/8).
Dia berharap, dalam tiga tahun ke depan, masyarakat Kota Magelang sudah berubah pola pikirnya. Saat ini, Aziz mengaku, masih banyak warga yang masih mengajukan proposal bantuan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang. Namun ke depan, harapannya warga akan pintar mengatur anggaran yang ada.
Seperti halnya ketika hendak menyusun kegiatan HUT RI. Anggaran tersebut bisa diambil dari program Rp 30 juta tiap RT per tahun. Begitupula dengan kegiatan lain. Rodanya Mas Bagia ini merupakan satu program untuk mempersiapkan diri dan generasi masa depan. “Warga yang meminta bantuan ke pemkot itu pasti akan ada, tapi ke depan mereka bukan minta materi lagi tapi bagaimana meningkatkan diri,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemerintahan Setda Kota Magelang M. Yunus menerangkan, pokmas memiliki peran penting dalam pelaksanaan Rodanya Mas Bagia. Dia menyebut, berdasarkan fakta di lapangan, dinamika pokmas luar biasa. Pada tahap pencarian, ada kendala perubahan harga dan sebagainya.”Setiap pencairan selalu dirembug. Meskipun ada kendala perubahan harga. Kalau dilihat dari sisi swa kelola tipe IV memang harus disesuaikan, proposal disesuaikan dengan harga terakhir,” kata Yunus.
Mengenai kendala sinergitas, setiap tahun kelembagaan pokmas itu tetap, Pokmas A di Kelurahan B. Tapi, strukturnya per tahun bisa disesuaikan. Jumlah pengurus pokmas saat ini ada 10 orang per pokmas. Terdapat 48 Pokmas se-Kota Magelang di tahun 2022.
Kemudian, terkait tenaga pendamping, mereka merupakan tangan kanan dari tim pengendali. Sehingga harus dibekali banyak hal mulai dari penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM), input Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), pelaksanaan pengajuan proposal, termasuk pelatihan pendamping dengan jasa konstruksi dan sebagainya.
Seorang pengurus RW 1 Kelurahan Kedungsari Didik berpendapat, teknis pelaksanaan Rodanya Mas Bagia sudah disampaikan di awal program. Sehingga saat pelaksanan di lapangan tidak kebingungan. Selain itu, pelatihan yang diadakan sejauh ini lebih bermanfaat bagi perseorangan atau individu. “Kita harus memasukkan program usulan wajib, yang ada kegiatan pelatihan, di situ muncul dua item yang mana masing-masing item dianggarkan sekitar Rp 3,5 juta, jadi total Rp 7 juta. Itu untuk dua orang. Warga lain tidak dapat manfaatnya,” paparnya. Lain lagi dengan Derry, seorang pendamping dari Kelurahan Kramat Utara, yang mengeluhkan perubahan-perubahan aturan saat program sudah berjalan. Tentunya, masukan dari masyarakat ini akan menjadi bahan kajian bagi Pemkot Magelang. (aya/pra)