MUNGKID – Dua pekerja tenaga harian lepas (THL) di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Magelang berinisial DAP dan DFI ikut terseret kasus penggelapan dana operasional bahan bakar minyak (BBM) mobil sampah tahun anggaran 2020. Keduanya terbukti berperan dalam pembuatan ribuan lembar nota BBM fiktif.
Saat ini, keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Magelang dan langsung dilakukan penahanan. Sebelumnya, kejari juga telah menetapkan dua tersangka berinisial INS yang saat itu menjabat sebagai Kepala UPT DLH dan satu lainnya berinisial B sebagai Kepala Subbagian Tata Usaha (TU) sekaligus kasir UPT DLH. Keduanya divonis 1,3 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Magelang Christian Erry Wibowo mengatakan, keduanya berperan dalam membantu kasir untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Dengan membuat ribuan nota fiktif atau palsu sejak Maret-Desember 2020 di beberapa SPBU Magelang.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan perkembangan hasil penyidikan maupun fakta persidangan terhadap dua terdakwa yang sebelumnya telah mengikuti sidang. “Di persidangan ditemukan fakta bahwa dua orang yang ditetapkan tersangka mempunyai peran dalam kasus tersebut,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Senin (22/8).
Sebelumnya, DAP dan DFI membeli alat berupa mesin cetak khusus melalui online shop. Keduanya lantas mendesain dan memformat nota, kemudian mencetak nota pembelian BBM palsu tersebut berdasarkan perintah dan izin dari kedua terdakwa. Padahal, mereka sadar betul jika perbuatannya salah.
Erry menuturkan, DFI merupakan pelaku yang membuat format awal nota fiktif pembelian BBM. Sementara, DAP yang mencetak nota fiktif itu. Nominalnya pun sudah ditentukan oleh terdakwa B. “Menurut keterangan mereka, ada enam jenis nota. Kemudian, dipilih yang pas mana. Akhirnya disepakati satu atau dua nota untuk format acuannya,” jelas dia.
Saat ditanya soal pemerolehan hasil pemalsuan, lanjut dia, kedua tersangka belum mengungkap jika mendapatkan bagian atau menikmati uang tersebut. Namun, perbuatan mereka jelas salah di mata hukum. Lantaran sudah mengetahui salah, tapi masih dilakukan. Itulah unsur yang disengaja. Kasus ini, kata dia, masih terus didalami.
Terkait dengan pengajuan banding pada sidang putusan Rabu (3/8) lalu, lanjut dia, terdakwa melalui pengacara B juga sudah melakukan banding. Kejari hanya tinggal menunggu salinan putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.
Erry menyebutkan DAP dan DFI dijerat pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (aya/bah)