MUNGKID – Untuk kali kelima, sejumlah masyarakat Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan menggelar Festival Candi Ngawen. Festival dengan ikon sego wiwit ini diikuti sebanyak 27 RT dengan membuat 34 tumpeng, Sabtu (27/8). Festival ini sekaligus diadakan untuk menggeliatkan kembali sektor pariwisata di Candi Ngawen.
Kepala Desa Ngawen Daru Apsari Ratnawati menuturkan, festival ini kembali digelar usai vakum akibat pandemi. Dengan tujuan menghidupkan kembali wisata di Candi Ngawen. “Dengan sego wiwit, kami mewiwiti atau memulai kembali kegiatan wisata yang ada di sini,” ujarnya di sela kegiatan.
Di sisi lain, dia menyebut, kegiatan ini sekaligus sebagai wujud nguri-uri atau memelihara tradisi yang sudah ada sejak dulu. Tumpeng sego wiwit pun dibuat oleh masing-masing dusun dari 27 RT di Desa Ngawen. Mereka bahu-membahu ikut menggeliatkan sektor pariwisata di desanya.
Sego wiwit dipilih sebagai ikon festival lantaran di Desa Ngawen, Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Sebelum masa panen, mereka memiliki kebiasaan membuat sego wiwit dan di bawa ke sawah. Bahkan, tradisi tersebut tetap lestari hingga sekarang dan akan terus dipertahankan. “Makanya kami angkat sego wiwit itu sebagai tradisi kami,” ujar Daru.
Sego wiwit ini merupakan perpaduan antara nasi, ingkung ayam, kluban atau sayuran dengan parutan kelapa, pepes yuyu atau kepiting sawah, dan sumpil atau keong kecil. Kemudian ditambah dengan adanya jajanan pasar. Biasanya, sego wiwit ini menjadi pelengkap saat selamatan oleh para petani di sawah menjelang panen padi. Atau yang biasa disebut sebagai tradisi wiwitan.
Festival ini setiap tahun memang dilaksanakan di pelataran Candi Ngawen. Karena oleh masyarakat setempat sudah menjadikannya sebagai ikon wisata. Dalam Festival tersebut, tumpeng sego wiwit diarak sejauh satu kilometer, lantas dibawa masuk ke dalam pelataran Candi Ngawen.
Setiap tumpeng pun dilakukan penilaian. Setelah itu, tumpeng-tumpeng tersebut didoakan. Selanjutnya dibawa keluar pelataran candi untuk dimakan bersama masyarakat yang hadir. “Setelah didoakan, kami bawa keluar untuk dimakan bersama-sama. Kembul bujono (makan bersama) masyarakat Ngawen semuanya,” imbuhnya. (aya/pra)