Neutron Yogyakarta

Maaf Bu, Tolong Ditambahi kalau Bayar

Pelaku Usaha Jasa Transportasi Dilema saat Harga BBM Naik
Maaf Bu, Tolong Ditambahi kalau Bayar

MAGELANG – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, jenis pertalite dan solar, serta nonsubsidi pertamax, jadi dilema bagi pelaku usaha jasa transportasi. Saat ongkos operasional mereka naik, tarif yang dipakai saat ini belum dinaikkan.

Seperti yang dirasakan para pengemudi angkutan kota (angkot) di Magelang. Seorang pengemudi angkot Joko mengatakan, kenaikan ini tentu berdampak pada para pengemudi angkot. Selain terancam sepi, Joko juga mengaku, bingung untuk menentukan tarif penumpang. Jika tarif tidak dinaikkan, mereka akan kesulitan untuk membeli pertalite. “Kami bingung, mau menaikkan, tapi belum ada dasarnya dari Wali Kota Magelang. Tapi, kalau tidak dinaikkan, terus buat beli pertalite apa?” keluhnya saat ditemui di Terminal Magersari, kemarin (4/9).

Selama ini, dia bersama para pengemudi lainnya memberlakukan tarif untuk penupang umum sebesar Rp 4 ribu sedangkan pelajar atau mahasiswa Rp 2 ribu. Nyatanya, praktik di lapangan jauh berbeda. Yang membayar Rp 4 ribu, diperkirakan hanya 40-50 persen. Karena banyak yang hanya membayar Rp 3 ribu.

Seperti halnya dengan penumpang jalur 9. Dia melanjutkan, 80 persen berasal dari Kecamatan Tegalrejo. Termasuk ibu-ibu tua yang selama ini membayar Rp 3 ribu. Kendati demikian, dia mengaku, ada juga penumpang yang secara sukarela membayar Rp 5 ribu. “Tadi pagi, saya dengan kalimat santun mencoba bernegosiasi, ‘bu, mohon maaf tolong ditambahi kalau bayar, karena bahan bakar naik. Ditambahi terserah jenengan’. Akhirnya mereka mau nambah,” jelasnya.

Dia mengusulkan, penentuan tarif tersebut sebesar Rp 5 ribu untuk penumpang umum dan Rp 3 ribu untuk pelajar atau mahasiswa. Tarif tersebut dinilai layak bagi para penumpang untuk menutup ongkos bensin yang dikeluarkan.

Bahkan, banyak angkutan yang tidak peroperasi pasca penetapan kenaikan harga BBM. Lebih lengang dari biasanya. Kemarin (4/9), Joko menyebut, hanya ada lima angkot dari 14 angkot jalur 9 yang beroperasi. “Bakul-bakul (pedagang pasar) juga banyak yang tidak berangkat. Entah hari Minggu atau dampak kenaikan BBM ini, saya kurang tahu,” bebernya.

Dia berharap, usulan pemberian subsidi bagi para pengemudi angkot segera direalisasikan. Begitu pula dengan penentuan tarif angkutan. “Kemarin kami sudah mengajukan usulan apabila ada kenaikan, para anggota kami diberi subsidi. Saat itu, Pemkot Magelang sanggup,” lanjutnya.

Sementara itu, pengemudi angkot lain Sungkowo mengaku, tidak masalah jika harga BBM mengalami kenaikan. Selama pertalite terus tersedia dan penumpang juga ada. Dia menyebut, para penumpang juga menyadari jika ada kenaikan BBM, sehingga mau menambah ongkos yang diberikan. “Mudah-mudahan stok pertalite terus ada, syukur-syukur kalau pemkot memberi subsidi kepada kami,” harapnya.

Keluhan yang sama disampaikan pengemudi ojek online (ojol). Agus Sucipto dari Paguyuban Gojek Driver Jogjakarta (Pagodja) menyatakan ketidaksetujuannya. Menurutnya, pemerintah pusat telah membuat kebijakan yang merugikan penyedia transportasi. “Kami ojol betul-betul menjerit. Menangis,” lirihnya dihubungi Radar Jogja kemarin (4/9).

Pria 53 tahun ini mengungkap, pengeluaran operasinya jadi membengkak. Tapi di sisi lain, aplikator tak kunjung menaikkan harga tarif ojol. “Ongkos antar pesan makanan Cuma Rp 6.400 loh,” keluhnya. Sementara kini, dia harus mengisi BBM dengan harga Rp 70 ribu per dua hari. “Sebelumnya, saya membeli BBM Rp 50 ribu per dua hari,” imbuhnya.

Agus membeber, dia kini terbebani tambahan uang operasional Rp 10 ribu per hari. Hanya untuk BBM saja. Belum kebutuhan lain, yang turut terkatrol imbas dari kenaikan BBM. “Mobile kami sangat tergantung pada BBM. Padahal biaya kenaikan itu, bisa untuk kebutuhan lainnya atau perawatan kendaraan,” cetusnya.

Menyikapi situasi ini, Agus dan paguyubannya mengaku telah menyampaikan petisi ke Dinas Perhubungan DIJ. Dia berharap, ada kenaikan tarif ojol. “Karena harga aplikasi dan kenaikan ini, sudah tidak manusiawi. Enggak sinkron,” lontarnya.

Sementara Harun menyatakan tidak terlalu terdampak kenaikan harga BBM. Dia adalah pengemudi bentor di kawasan Dagen, Gedongtengen, Kota Jogja. Pria 47 tahun ini mengaku hanya butuh BBM maksimal 1,5 liter per hari. Sementara dia dapat menarik minimal lima pelanggan pada saat akhir pekan. “Jadi, sekarang saya beli BBM di SPBU itu, keluar Rp 15 ribu,” jelasnya.

Harun mengatakan, dirinya sadar sebagai wong cilik. Sehingga tidak memiliki kewenangan dalam menentukan harga BBM. Namun dia mengharapkan, kenaikan harga BBM tidak menyurutkan geliat pariwisata di Kota Gudeg. “Yang penting tetap lancar mencari nafkah, wisatawan ramai ke Jogja,” serunya.

Kendati begitu, Harun sempat kaget dengan kenaikan harga BBM yang diumumkan secara mendadak oleh pemerintah pusat. Dia jadi mulai was-was, dengan kenaikan berbagai bahan pokok yang turut mempengaruhi perekonomiannya. “Ya, soalnya ini dampak Covid-19 masih ada. Sabtu-Minggu ramai, tapi kalau hari kerja sepi. Kadang, juga pulang nggak ada tarikan,” cecarnya. (aya/fat)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)

Exit mobile version