Neutron Yogyakarta
Berkunjung ke Puntingan, Dusun Mati yang Tak Lagi Berpenghuni

Satu Per Satu Warga Pindah, Rumah Kini Penuh Belukar

Satu Per Satu Warga Pindah, Rumah Kini Penuh Belukar

MAGELANG – Dusun Puntingan yang berada di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, kini tak lagi tidak berpenghuni. Padahal, dulunya ada tujuh kepala keluarga (KK) yang tinggal di dusun itu. Satu per satu dari mereka meninggalkan dusun itu secara bergiliran. Mengapa?

Lantaran sudah tidak berpenghuni, masyarakat sekitar kini menyebutnya sebagai ‘dusun mati’. Selain itu, akses menuju dusun tersebut terbilang sulit. Karena jalan yang masih berupa bebatuan. Bahkan kini tampak tidak terawat. Pohon-pohon bambu dan semak belukar memenuhi dusun.

Rumah-rumah di sana tak lagi berbentuk bangunan utuh. Karena diselimuti oleh tanaman merambat dan semak belukar. Ada yang menyisakan puing-puing bangunan, ada juga yang dilengkapi atap, dan satu musala yang hingga kini masih dimanfaatkan oleh warga ketika mencari rumput atau berziarah.

Kepala Desa Dlimas Saebani mengatakan, dulunya dusun itu dihuni 10 orang. Mereka masih memiliki ikatan darah yang lahir dan besar di sana. Mulai sekitar 1985, satu per satu warganya keluar dari Dusun Puntingan. Ada yang merantau, ada pula yang pindah tanpa sebab.

Hingga pada akhir 2020 menyisakan satu keluarga yang dihuni pasangan suami istri. “Penghuninya dulu kurang lebih 10 orang. Terus akhirnya pindah satu per satu,” bebernya saat ditemui di Balai Desa Dlimas (2/9).

Dia mengatakan, penghuni terakhir Dusun Puntingan adalah keluarga Istiyono. Beberapa waktu kemudian, dia meninggal dan menyisakan sang istri saja. Lambat laun, sang istri sakit dan diboyong oleh keluarganya ke Desa Koripan, Kecamatan Tegalrejo.

Rumah itu akhirnya mangkrak alias tak terurus. Padahal, ada ahli waris yang masih hidup. “Selain itu, rumahnya juga masih berdiri, tapi anaknya di Lampung. Sekarang sudah tidak ada orang,” ungkapnya.

Selain puing-puing bangunan rumah, ada juga beberapa kandang ayam berukuran besar saat memasuki Dusun Puntingan. Namun, terlihat tidak ada satu ekor ayam sekalipun. Menambah sunyi. Saebani menyebut, kandang itu milik orang Jogja yang tidak terawat.

Kendati sudah tidak berpenghuni, Dusun Puntingan masih tercatat secara administratif sebagai satu dusun di Desa Dlimas. Dari Balai Desa Dlimas, akses menuju ke sana sekitar satu kilometer, melewati beberapa dusun. Kini, sudah tidak ada lagi papan petunjuk jalan menuju ke sana.

Sementara itu, Kepala Seksi Pelayanan Desa Dlimas Sakdan menyebut, tujuh KK itu di antaranya bernama Imam Mustajab, Basam, Piatun, Mudirman, Mbah Sidah, Ismail, dan Istiyono. Dari tujuh rumah yang ada di Dusun Puntingan, hanya rumah milik Istiyono dan Mudirman yang masih berbentuk bangunan. Meskipun tidak utuh lagi.

Rumah Mudirman, kata Sakdan, sudah dijual kepada warga Desa Dawung bernama Kumpul. Rumah itu tampak besar dan berukuran luas. Sekilas seperti rumah setengah jadi. Sekarang sudah dipenuhi tanaman merambat.

Dia mengaku, sampai saat ini masih penasaran dengan para warganya yang memilih untuk meninggalkan dusun satu per satu. Padahal, ahli warisnya dipastikan masih hidup, tapi tidak mau menempati dusun mati itu.

Banyak warga yang beranggapan bahwa dusun itu ditempati oleh makhluk halus, sehingga para penghuninya tidak betah. Namun, Sakdan menilai, bukan itu alasan penghuninya hengkang dari dusun. “Cuma memang tempatnya singup,” akunya.

Dia menambahkan, banyak warga yang memang bilang dusun itu angker. Karena di dekat makam tua ada bukit kecil atau gumuk yang di tengahnya ditumbuhi pohon pakel. Keberadaan gumuk itu, menurut kepercayaan tetua di Desa Dlimas, berkaitan dengan cikal bakal terbentuknya Gunung Tidar.

Konon katanya, makhluk halus yang menguasai tanah Jawa sempat berencana membangun sebuah kerajaan di kawasan Dusun Puntingan, sebelum mendirikan Gunung Tidar. Namun, rencana itu gagal lantaran pendirian itu telah diketahui oleh manusia.

Dia melanjutkan, sebenarnya Gunung Tidar akan dibangun di sana. “Tapi, keburu ketahuan orang. Sebelum ayam jago berkokok, ada warga yang menyapu sarean (makam, Red) bagian bawah,” jelasnya.

Sakdan menyebut, sekitar 200 meter dari dusun, ada dua kompleks makam. Atas dan bawah. Konon katanya, kompleks makam bawah itu diyakini sebagai tempat peristirahatan Raden Rahmat, seorang priyayi dari Demak. Juga ada makam perempuan dari Jepara. Beberapa warga luar daerah pun sesekali berziarah ke sana saat Selasa dan Jumat Kliwon.

Sedangkan kompleks makam atas digunakan untuk menguburkan puluhan warga Dusun Puntingan. Bahkan Istiyono yang merupakan penghuni terakhir juga dimakamkan di sana. Meskipun saat sakit, dia tidak berada di dusun itu. Hingga saat ini, makam miliknya masih dirawat oleh keluarga. Sesekali dibersihkan. Ada juga peninggalan yoni dan lingga di kompleks makam atas.

Selain kondisi jalan yang sulit dilalui karena berupa tanjakan terjal dan bebatuan, dusun itu juga tidak dialiri listrik. Dulu, kata dia, hanya rumah Istiyono yang memiliki lampu. Itu pun dengan cara meminta aliran listrik dari Dusun Dlimas.

Sakdan menuturkan, bekas Dusun Puntingan itu saat siang hari, tampak ramai aktivitas warga yang mencari rumput. Namun saat pukul 17.00, sudah sepi. Terlebih saat hujan. “Yang punya lahan sering ke sini. Kalau sendiri, tidak berani karena cukup gelap,” sebutnya. (laz)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)