MUNGKID – Terdakwa kasus pembunuhan anak berinisial IA, 15, memasuki babak terakhir. Pengadilan Negeri (PN) Mungkid menjatuhkan pidana hukuman selama delapan tahun penjara. Kendati sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun keluarga korban tidak terima dengan putusan tersebut.
Saat menjalani sidang putusan terbuka, terdakwa IA tampak mengenakan kemeja panjang berwarna abu-abu, dilengkapi dengan celana jins hitam, dan sandal selop hitam. Dia tampak tenang, didampingi dengan keluarga yang hadir.
Sepanjang sidang berjalan, orang tua IA tampak lesu. Memandang anaknya yang akan dijatuhi hukuman. Selain dihadiri keluarga terdakwa, tampak keluarga korban dan perwakilan warga Desa Baleagung turut mengikuti jalannya sidang. Juga didampingi penasehat hukum dan perwakilan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Magelang.
Sidang vonis perkara pembunuhan siswa SMP Negeri 2 Grabag berinisial WSH, 13 ini dipimpin oleh Majelis Hakim Fakrudin Said Ngaji, dengan anggota I Aldarada Putra dan anggota II Alfian Wahyu Pratama. Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Reni Ritama dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Magelang.
Dalam pembacaan putusan, anggota majelis hakim Alfian Wahyu Pratama menjelaskan, IA tega membunuh teman sekelasnya itu lantaran malu diejek dan diminta mengganti ponsel oleh teman-teman sekolahnya karena kedapatan mencuri gadget korban.
Karena itu, IA merasa dendam dan mulai menyusun strategi untuk membunuh WSH. Strategi itu terinspirasi dari film mengenai tawuran. “Mendapat perlakuan itu, anak (terdakwa, red) sempat mendendam,” jelasnya.
Alfian menjelaskan, saat melakukan pembacokan dan pemukulan tersebut, terdakwa tidak merasakan takut atau kasihan. Justru merasa puas karena telah membayar dendamnya. Atas perbuatannya, korban mengalami beberapa luka di tubuh, seperti di kepala, leher, bahu, dada, dan anggota gerak atas.
Namun, setelah korban meninggal, IA baru merasa menyesal dan ketakutan. Serta halusinasi suara dan wajah korban yang berlumur darah. Alfian menambahkan, keluarga korban belum memaafkan perbuatan yang dilakukan oleh IA.
Ejekan dari teman-temannya, ternyata menggangu keseimbangan psikis terdakwa. Sehingga memiliki dendam kesumat dalam hatinya dan berusaha untuk meluapkan emosi. Tapi, IA belum sepenuhnya mengerti dan memahami bagaimana caranya sehingga memilih melampiaskannya dengan membunuh korban.
Saat membacakan kronologi kejadian, ibu korban sempat menangis. Lantaran baru mengetahui kejadian sebenarnya yang telah menimpa anaknya. Bahkan, beberapa kali ditenangkan oleh anggota keluarga lainnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Fakrudin Said Ngaji membacakan hasil putusan. IA telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Lalu, pengadilan menjatuhkan pidana kepada IA dengan pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Kutoarjo selama 8 tahun. Selain itu, ada beberapa barang bukti yang dimusnahkan.
Terdakwa dikenai Pasal 340 KUHP karena melakukan pembunuhan dengan perencanaan. Juga Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. IA divonis 8 tahun penjara karena sebelumnya menyampaikan penyesalan, masih di bawah umur, dan belum pernah dipenjara.
Berdasarkan putusan sidang, baik penasehat hukum terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir untuk menentukan sikap. Mendengar hal itu, ibu korban langsung berdiri dan dengan lantang menyatakan ketidaksetujuannya. Bahkan, dengan menangis histeris tidak terima jika terdakwa hanya dijatuhi hukuman 8 tahun penjara. Suasana pun kembali menegang.
Sementara itu, Kepala Desa Baleagung Nur Muhammad Sholikin mewakili kelaurga dan warganya mengaku kecewa dengan vonis yang dijatuhkan oleh hakim. Padahal, kata dia, hukuman IA seharusnya maksimal, yakni 10 tahun. Karena terdakwa telah berencana melakukan pencurian dan perencanaan pembunuhan.
Dia menuturkan, akan kembali bermusyawarah dengan warga dan keluarga korban, upaya terbaik apa yang akan diambil. “Kalau kami, tidak terima dengan keputusan ini. Harapan kami bisa diterapkan hukum maksimal,” bebernya. (aya/bah)