MUNGKID– Sekitar 900 pelaku budaya dengan 116 karya memeriahkan Festival Indonesia Bertutur (Intur) 2022 yang digelar di kompleks Candi Borobudur pada 7—11 September 2022. Kegiatan tersebut bertujuan sebagai sarana menjaga budaya dan cagar budaya sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Terdapat beberapa program yang ditampilkan pada kegiatan ini. Pertama, Kiranamaya menampilkan beragam video mapping dan tatanan instalasi seni cahaya dari karya-karya seniman dalam dan luar negeri. Dengan menggunakan teknologi pencahayaan, interaktif, dan arsitektural. Pengunjung akan mendapatkan pengalaman cahaya yang istimewa di Borobudur saat malam hari layaknya sebuah festival cahaya.
Kedua, Layarambha yang menghadirkan beberapa film peran dan film pendek dari berbagai jenis film tari dan dari beberapa negara, termasuk dari Indonesia. Ketiga, Anarta, yang mana pengunjung dapat menyaksikan seni pertunjukan kontemporer dari beragam pertunjukan kontemporer di bidang musik, tari dan teater. Khususnya yang melakukan proses eksperimen panjang dan menggunakan teknologi modern dalam karyanya.
Keempat, Visaraloka. Yang mana Intur menyediakan ekosistem bagi seniman multimedia dan interdisipliner yang menggunakan berbagai macam teknologi. Tujuannya untuk memberikan potensi kemungkinan kreatif penggunaan semua media dalam visi artistik yang inovatif.
Kelima, Virama yakni saat menanti pertunjukan di panggung utama, pengunjung dapat menyaksikan pertunjukan musik, tari, dongeng, dan menikmati aneka hidangan yang dijual pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Direktur Artistik Indonesia Bertutur Melati Suryodarmo menjelaskan, peserta kebudayaan ini mengutamakan 20 outstanding universal value atau warisan cagar budaya yang memiliki nilai istimewa. Tidak hanya itu, kegiatan ini melibatkan karya-karya yang bersifat multimedia, media baru, tarian dan kesenian kontemporer, festival cahaya, dan lain-lain.
Kegiatan bertajuk ‘Mengalami Masa Lalu, Menumbuhkan Masa Depan’ ini memiliki hasrat untuk mendorong generasi muda agar mau menengok warisan cagar budaya. Supaya menjadi sumber keilmuan baru. “Tidak hanya menyikapi warisan cagar budaya sebagai objek kunjungan wisata saja, tetapi juga objek-objek pembelajaran dan sumber pemikiran baru,” ujarnya di Eloporogo Art House, Rabu (7/9).
Representasi melalui kegiatan ini dinilai penting. Ketika berbicara sial teknologi digital, kata Melati, seolah-olah masa lalu tidak revelan lagi. Padahal, sudah seharusnya masyarakat menggunakan teknologi digital untuk mengangkat segala bentuk warisan budaya yang begiti kaya.
Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud Ristek Hilmar Farid mengatakan, festival ini berfokus terhadap refleksi cagar budaya, mulai dari zaman prasejarah, klasik, dan lain-lain. Tujuannya untuk mengangkat warisan budaya yang dikemas menggunakan media baru.
Selain itu, juga sebagai respons kekinian terhadap masa lalu. Termasuk Candi Borobudur yang merupakan salah satu warisan budaya maritim Indonesia. “Di samping mengajak teman-teman untuk membuat karya baru, juga mengajak mereka bisa menampilkan karya yang sudah pernah dibuat,” bebernya.
Warisan budaya bisa ditampilkan secara menarik dengan menggabungkan budaya dan teknologi. Tentunya dengan pendekatan modern, diharapkan tidak hanya pengisi buku sejarah, tapi juga memberikan edukasi dan pengalaman baru bagi generasi muda.
Harapannya, Intur ini dapat menjadi salah satu media baru bagi perkembangan budaya Indonesia. “Karena generasi sekarang sangat akrab dengan berbagai macam media baru, teknologi digital, dan lain sebagainya. Ini juga termasuk respons masyarakat sekarang terhadap masa lalu,” imbuhnya.
Sementara itu, Aktris sekaligus Ikon Indonesia Bertutur 2022 Laura Basuki menyampaikan, apresiasi atas berlangsungnya festival ini. Karena dapat menjadi ruang berkreasi bagi pelaku budaya di Indonesia. Dengan begitu, akses publik terhadap cagar budaya dapat menambah rasa cinta terhadap kebudayaan itu sendiri.
Dia berharap, pagelaran ini akan terus berlanjut sesuai agenda yang direncanakan, yakni dua tahun sekali. Selain itu, kegiatan ini juga dapat memberikan efek kepada generasi muda. Sehingga ikut membantu menjaga budaya berkelanjutan. “Seperti di Eloprogo Art Gallery ini. Di sini ada berbagai karya seni yang ditunjukkan seniman, baik itu Indonesia maupun luar negeri,” paparnya.
Selama ini, dia menilai, warisan budaya Indonesia sering dianggap sebagai sejarah atau cerita lama yang sudah selesai. Menurutnya, Indonesia Bertutur ini menjadi menarik lantaran menyajikan ulang cagar budaya tersebut dengan memanfaatkan teknologi dan media baru. (aya/bah)