Neutron Yogyakarta
Festival Kue Bulan Usung Konsep Kebersamaan

Malam Kebersamaan Bulan Purnama

Malam Kebersamaan Bulan Purnama

MAGELANG – Masyarakat Tionghoa Kota Magelang mengadakan festival kue bulan atau mooncake festival. Yang dikemas dengan mengusung konsep bertajuk malam kebersamaan bulan purnama. Festival ini merupakan kali pertama bagi mereka dan berharap bisa berkelanjutan.

Kue bulan ini merupakan penganan tradisional masyarakat Tionghoa yang menjadi sajian wajib saat pertengahan musin gugur. Kue ini berbentuk bulat sebagai simbol kebulatan dan keutuhan. Namun, seiring berkembangnya zaman, kue ini memiliki bentuk yang bervariasi.

Tokoh Tionghoa David Hermanjaya mengatakan, festival kue bulan ini merupakan perayaan terbesar kedua bagi masyarakat Tionghoa, setelah tahun baru Imlek. Diperingati sebagai festival pertengahan pada musim gugur.

Kue bulan ini biasanya dikenal dengan nama tiong chiu pia. Tiong berarti tengah, ciu artinya musim gugur, dan pia merupakan nama jenis kue. Yang berbentuk bulan dan berisi kacang ijo, kacang merah, dan lain sebagainya.

Terlepas dari kisah legenda, festival pertengahan musim gugur telah dirayakan sekitar 3.000 tahun yang lalu. Tepatnya pada hari ke-15 bulan kedelapan kalender Lunar. Kue bulan yang ada, kemudian dibagikan kepada kerabat, teman, kolega, dan lain-lain. Sebagai sarana mempererat tali persaudaraan.

Kue bulan yang dibagikan tersebut merupakan simbol doa, harapan baik, dan kemakmuran bagi semua masyarakat. “Satu bulatan kue, apapun itu rasanya bisa dinikmati bersama satu keluarga,” ujarnya saat pembukaan festival di Jalan Daha, Kemirirejo, Jumat (9/9).

Festival ini menggandeng 64 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kota Magelang. Sekaligus untuk memberdayakan dan menggerakkan roda perekonomian para pelaku UMKM.

Dia berharap, tahun depan bisa kembali menyelenggarakan festival kue bulan. Tidak hanya pada hari raya Imlek saja. Tentunya dengan melibatkan lebih banyak UKM yang ada di Kota Magelang. “Mungkin nanti ditambah kesenian-kesenian daerah dan kebudayaan Kota Magelang,” imbuhnya.

Senentara itu, Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz menuturkan, semakin tinggi kedudukan seseorang, harus semakin tinggi pula hasrat untuk berbagi. Bahkan, ketika sering meminta, tapi tidak mau memberi, tidak akan ada keseimbangan. Dalam tradisi masyarakat Tionghoa, saat perayaan kue bulan, seluruh anggota akan berkumpul guna menyantap kue bulan yang dilakukan saat bulan purnama. Maknanya adalah untuk menjalin kebersamaan di antara keluarga.

Menurutnya, Magelang ini menjadi rumah bersama. Sudah selayaknya untuk menjalin toleransi. “Baik dari kaum Tionghoa, Kristen, Islam, Buddha, Hindu, maupun Katholik. Semua bareng-bareng di rumah besar kita,” tandasnya. (aya/pra)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)