MUNGKID – Balai Konservasi Borobudur (BKB) terus berupaya untuk melakukan ekskavasi terhadap situs-situs yang belum sepenuhnya digali. Termasuk Situs Samberan yang berada di Dusun Samberan, Ringinanom, Tempuran. Sebelumnya, BKB sudah melakukan ekskavasi pada 2002 dan 2019. Kemudian, dilakukan kembali pada tahun ini dan akan digali hingga membuka seluruh struktur bangunan.
Sejak 1979, Japan International Cooperation Agency (JICA) melaporkan adanya temuan struktur bangunan yang diduga candi berbahan batu bata di Dusun Samberan yang berjarak sekitar empat kilometer dari Candi Borobudur. Mereka memperkirakan, candi tersebut sudah berdiri antara abad ke-7 hingga ke-9. Sama dengan Candi Borobudur.
Menariknya, situs bercorak Hindu tersebut berbahan batu bata. Padahal, candi zaman dahulu lazimnya menggunakan batu andesit. Hal ini mengindikasikan pada era pendirian Candi Samberan, masyarakat sudah mengenal teknologi pembakaran batu bata, hingga struktur bangunan.
Pada 2000, Balai Arkeologi (Balar) melakukan survei di daerah penemuan JICA. Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari masyarakat, dulunya ditemukan lapik atau alas arca. Hingga pada 2002, Balar mulai melakukan ekskavasi. Namun, belum banyak yang bisa digali.
Sejak muncul Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2014, ada penetapan kawasan cagar budaya Borobudur dan diserahkan ke BKB. Pada 2019, BKB kemudian menggali lagi hingga menampakkan empat sudut situs tersebut. “Lantaran semua sudut sudah bisa diketahui, BKB terus menggali dan membuka seluruh struktur bangunan,” ucap Koordinator Perlindungan BKB Muhammad Taufik di lokasi Rabu (14/9).
Proses ekskavasi ini, lanjutnya, mulai dilakukan sejak 23 Agustus hingga 19 September. Setelah digali, situs tersebut memiliki ukuran 16×14 meter. Dengan struktur batu bata merah kuno dan ketebalan lima sentimeter. Untuk melindungi agar batu bata tidak cepat rusak, dibuatlah shelter seperti atap.
Saat dikupas bagian tengah, ternyata ada temuan baru. Berupa batu bata berundak. Yang dulunya diduga untuk meletakkan sesuatu atau tempat pemujaan. “Jadi, kemungkinan candi ini tidak punya bilik. hanya berupa batu sebagai alas, batu lagi yang di atasnya ada Yoni,” ungkapnya.
Situs ini, kata dia, tidak ada relasi dengan Candi Borobudur. Kendati demikian, menjadi salah satu simbol toleransi beragama di tanah Jawa. Lantaran di kawasan Borobudur menjadi pusat kerajaan agama Buddha, namun ada masyarakat Hindu dan hidup saling berdampingan. Kondisi inilah yang melambangkan semangat toleransi yang dikembangkan pada zaman dahulu.
Selain itu, ada juga temuan arca berbahan perunggu dengan ketinggian 40 sentimeter. Namun, kata Taufik, belum bisa diidentifikasi. Karena atributnya ada yang hilang. Arca tersebut ditemukan pada kedalaman sekitar dua meter pada Jumat (26/8).
Taufik menjelaskan, kemungkinan situs lain juga berada di permukiman warga. BKB pernah melakukan survei Georadar atau salah satu metode geofisika yang menggunakan sumber gelombang elektromagnetik (EM). Dan ditemukan struktur baru di sisi Utara. Tapi, belum digali lebih dalam. Begitu pula di lapangan voli dekat Situs Samberan. Ada anomali-anomali temuan yang juga diduga stuktur candi.
Dia menduga, jika candi tersebut berukuran besar, dimungkinkan adanya candi perwara atau candi kecil sebagai pelengkap. Namun, candi perwara tiap daerah, tidak selalu sama. Bisa satu atau lebih. “Mungkin di bagian sini ada karena belum kami gali saja,” kata dia.
Taufik mengatakan, umumnya, candi di Indonesia digunakan sebagai tempat ibadah. Berbeda dengan di India. Sehingga kemungkinan Situs Samberan ini juga merupakan tempat ibadah. Mengingat sudah ditemukan Yoni dan arca sebagai simbol ibadah umat Hindu.
Selain itu, BKB juga menemukan umpak atau alas tiang yang biasanya terbuat dari batu. Hal itu menandakan bahwa dulunya pernah memiliki atap berupa kayu. Open building. “Jadi, nggak punya bilik. Bentuknya seperti altar saja,” tambahnya.
Dosen Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM Dwi Pradnyawan mengungkapkan, pernah ada laporan dari Hindia-Belanda. Bahwa Candi Borobudur dikelilingi oleh situs. Tidak hanya bercorak Buddha, tapi juga Hindu. Hal itu berbanding terbalik dengan Candi Prambanan yang dikelilingi candi-candi Buddha.
Biasanya, kata dia, tidak banyak situs yang berbahan batu bata. Kebanyakan yang dipublikasikan hanya berbahan batu andesit. “Ada (situs yang berbahan batu bata, Red), tapi yang diekspos seperti ini (Situs Samberan, Red) tidak banyak,” kata dia.
Terlebih, belum banyak candi di Jawa Tengah yang berstuktur batu bata. Kecuali di Jawa Timur. Dari sisi bangunan yang berbahan batu bata, denahnya terbilang menarik. “Untuk denahnya, kemungkinan ini (candi, Red) terbesar di Jawa Tengah. Karena belum ada contoh bata sebesar ini,” tambahnya. (aya/eno)