MUNGKID – Ratusan warga yang berasal dari Desa Sengi, Desa Sewukan, dan Desa Paten, Kecamatan Dukun secara tegas menolak adanya aktivitas penambangan dengan alat berat di bantaran Sungai Tringsing. Alasannya karena penambangan dengan alat berat mengancam suplai air bersih warga. Juga mengancam lahan pertanian.
Mereka lantas melakukan doa bersama dan aksi dengan membawa sejumlah banner berisi penolakan aktivitas tersebut. Aksi ini dimulai dari halaman Kantor Kepala Desa Sengi sebagai bentuk penyamaan persepsi soal penolakan aktivitas penambangan, normalisasi, atau eksplorasi menggunakan alat berat. Lalu, dilanjutkan dengan pemasangan banner di tiga jembatan sepanjang Sungai Tringsing.
Koordinator Aksi Sudrasi mengatakan, dia bersama para warga Lereng Gunung Merapi mendukung Kepala Desa Sengi untuk menolak adanya rencana penambangan di sungai tersebut. Lantaran berdasarkan informasi yang diterima, izin operasi milik seorang penambang alat berat di Sungai Tringsing sudah turun.
Mengetahui hal itu, mereka turun tangan. Padahal, para warga ingin menjaga kelestarian lingkungan tanpa adanya aktivitas penambangan di bantaran sungai. “Masyarakat menghendaki Sungai Tringsing harus diselamatkan. Karena ini memang kebutuhan masyarakat,” ungkapnya di sela aksi, Jumat (16/9).
Terlebih, belakangan ini muncul informasi bahwa warga setempat tidak dilibatkan pada izin penambangan. Praktis hal itu menuai kontra dari mereka. Saat ini, dia menambahkan, yang bisa mengendalikan dan menanggulangi wilayahnya sendiri dari penambangan hanyalah warga. Seperti menggelar aksi.
Sudrasi menerangkan, Sungai Tringsing merupakan sumber mata air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga. Baik sebagai sumber kehidupan maupun kebutuhan air bersih untuk mengairi lahan pertanian.
Menurutnya, jika terjadi aktivitas penambangan, tidak hanya pasirnya saja yang akan hilang, tapi juga sumber air. “Kalau sumber air hilang akan gersang, padahal air di sini (Sungai Tringaing, red) menjadi sumber kehidupan warga,” terangnya.
Usai melakukan aksi penyamaan persepsi, ratusan warga beralih tempat untuk memasang banner. Yang bertuliskan ‘Sesuai peraturan bersama tiga kepala desa (Sengi, Sewukan, dan Paten) menolak dengan tegas penambangan, normalisasi, maupun eksplorasi menggunakan alat berat di Sungai Tringsing’.
Dia menyebut, ada tiga titik yang dipasang banner dan masih berada di seoanjang alur Sungai Tringsing. Yakni di atas jembatan Candipos, jembatan Ngampel, dan jembatan Gowokpos. Tiga titik ini merupakan akses yang bisa dilalui truk pengangkut pasir galian C. Biasanya, lanjut dia, penambangan di Sungai Tringsing ini hanya bisa dilakukan secara manual. Juga atas seizin dan pengawasan dari pemerintah desa setempat. “Kalau secara mekanik masih ada toleransi. Dengan cara manual, pelaksanaannya harus mendapatkan izin dan dalam pengawasan dari pemerintah desa,” jelasnya. (aya/pra)