MUNGKID– Terbiasa menggunakan gas elpiji ukuran tiga kilogram, warga di dua dusun di Desa Karangrejo migrasi ke gas alam. Alasannya gas elpiji tiga kilogram atau biasa dikenal dengan gas melon lebih boros.
Seorang warga Dusun Bumen Nurma mengatakan, dua dari enam mendapat aliran gas alam dari Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Karangrejo, yakni Dusun Bumen dan Kretek 2. Namun, 250 kepala keluarga (KK) yang baru mendapat manfaat tersebut. Setelah Balkondes Karangrejo menggandeng Pertamina dan mengalirkan gas ke rumah-rumah warga. “Sejak awal, masyarakat Desa Karangrejo sudah disarankan untuk memakai gas alam,” bebernya saat ditemui, Senin (19/9).
Dia menyebut, penggunaan gas alam ini justru lebih hemat dan lebih cepat dibanding gas elpiji. Biasanya, saat memasak air menggunakan gas melon, dalam waktu lima menit barulah panas. Berbeda dengan gas alam yang hanya membutuhkan waktu dua menit.
Sedangkan untuk pengeluaran tiap bulan, selalu berbeda. Tergantung intensitas pemakaian. Jika dibanding dengan penggunaan tabung gas elpiji, lanjut dia, bisa menghemat hingga 10 persen. “Per bulan, biasanya Rp 60 ribu,” sebutnya.
Sistemnya pun sama dengan listrik, yakni menggunakan meteran. Saat pembayaran, petugas akan memeriksa angka penggunaan terakhir dan dijumlah, barulah dipastikan tagihan yang harus dibayar setiap rumah.
Bahkan, saat pertama kali pemasangan, masyarakat mendapat instalasi dan kompor gratis yang dirancang khusus untuk gas alam. “Ya sedikit banyak terbantu dengan adanya gas alam ini,” kata Nurma.
Hal senada juga disampaikan oleh Siti Mustolikah, warga Dusun Bumen. Dia mengaku, penggunaan gas alam lebih hemat dibanding dengan gas elpiji. “Biasanya kalau pakai gas melon, tiga tabung tidak cukup dalam sebulan. Sekarang kalau bayar (pakai gas alam, red) habis Rp 50 ribuan,” jelasnya.
Dia beralih pada gas alam sejak enam bulan yang lalu. Meski masih terbilang baru, tapi dirinya tidak takut jika sewaktu-waktu bocor. Lantaran sudah ada sosialisasi dan petugas yang berjaga di balkondes.
Setiap bulan, dia bisa membayar tagihan gas ke konter atau gerai pulsa, minimarket, marketplace, dan dompet digital. “Ini (gas alam, red) sangat membantu dan kami tidak takut kehabisan. Apalagi kalau tabung gas sulit,” akunya.
Sementara itu, Kepada Desa Karangrejo M Hely Rofikun mengatakan, pihaknya dan warga sedari awal sepakat agar desanya harus menjadi penopang keberadaan Candi Borobudur. Lantas, adanya balkondes membuat mereka melek mata agar menawarkan sesuatu yang berbeda dari desa lain.
Sehingga pemdes menggandeng BUMN, dalam hal ini Pertamina untuk membuat gas alam. Dengan harapan, tidak hanya menambah daya tarik di balkondes, tapi juga memberikan manfaat kepada masyarakatnya.
Sementara ini, kata dia, baru sekitar 250 KK yang dialiri gas alam. Angka tersebut jelas masih jauh dibanding permintaan, yakni antara 900-1.000 KK. Namun, dia juga bersyukur dengan adanya gas alam itu karena lebih menguntungkan dan harganya murah dibanding gas elpiji.
Hely sebagai pengguna juga merasakan dampaknya. Biasanya, saat memakai gas elpiji tiga kilogram, dalam sebulan bisa menghabiskan 6-7 tabung. Setelah beralih ke gas alam, tagihan per bulannya hanya Rp 50 ribu. “Ini (gas alam, red) sangat membantu. Biar masyarakat punya kreativitas untuk menumbuhkan UMKM, seperti makanan ringan,” ujarnya.
Gas alam tersebut, kata dia, dibeli dari Blora dan Semarang. Lalu, dialirkan ke rumah-rumah warga. Dia berharap, nantinya semua dusun di Desa Karangrejo dapat dialiri gas alam. Agar lebih hemat. (aya/pra)