MAGELANG – Tim verifikator Open Defecation Free (ODF) Provinsi Jawa Tengah, menemukan beberapa kepala keluarga (KK) yang masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS). Verifikasi ini memberi gambaran nyata atas kesiapan dan keseriusan warga maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang dalam upaya mengatasi masalah BABS.
Ketua tim verifikator Yuni Rahayuningtyas menjelaskan, verifikasi ini merupakan rangkaian penilaian yang dilakukan oleh timnya terhadap pernyataan bahwa telah terjadi perubahan perilaku BABS. “Karena beberapa daerah yang mengusulkan dilakukan verifikasi kenyataannya warga BAB di jamban tapi kontradiktif karena masih dialirkan ke sungai,” bebernya, Rabu(21/9).
Berdasarkan hasil survei dari 432 KK di delapan kelurahan, masih ada temuan sebanyak 39 KK yang BABS. Dengan persentase Kelurahan Rojowinangun Selatan 21,44 persen, Tidar Utara 11,48 persen, dan Tidar Selatan 0 persen.
Kemudian, Kelurahan Gelangan dengan persentase 5,77 persen serta Rejowinangun Utara dan Panjang 0 persen. Selanjutnya, Kelurahan Kedungsari 19,67 persen, dan Keramat 4,44 persen.
Dari persentase tersebut, Yuni menambahkan beberapa catatan. Pemkot sebaiknya memberikan edukasi kepada ibu rumah tangga untuk tidak membuang pampers sembarangan di sungai. Terutama yang belum dicuci. Selain itu, ada keluarga yang sudah memiliki toilet, namun pembuangan akhir masih di sungai.
Ada pula septic tank yang digunakan bersama atau komunal dan tanpa paralon. Beberapa kamar mandi juga masih kurang bersih, bahkan tanpa adanya sabun atau pembersih lainnya. Untuk itu, Yuni meminta kepada pemkot untuk segera mengklarifikasi data yang telah diperoleh. “Kalau sudah benar, mohon diperbaiki dan memberikan laporannya agar bisa ditindaklanjuti usulan ODF,” jelasnya.
Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz meminta agar beberapa kelurahan yang masih menerapkan BABS, untuk segera ditangani. Terlebih, pemkot berupaya untuk membangun Kota Magelang dengan maksimal.
Terkait dengan kurangnya infrastruktur sanitasi, dia mengatakan, bisa memakai dana dari CSR. “Insyaallah kami juga ada dana baru, mudah-mudahan bisa segera kami gelontorkan dan bisa langsung bantu pembangunan infrastruktur yang belum ada,” jelasnya.
Kepala Bappeda Kota Magelang Handini Rahayu menuturkan, pemkot sudah berkomitmen soal penyelesaian sanitasi sejak pencanangan gerakan 100-0-100. Atau 100 persen akses air bersih, nol persen kawasan kumuh, dan 100 persen akses sanitasi. Dengan beberapa catatan dari tim verifikasi, tentunya menjadi PR bersama untuk menangani hal tersebut.
Selain anggaran yang berasal dari CSR, pemkot juga telah menganggarkan dana Rp 30 juta per tahun setiap RT melalui wadah Rencana Kerja Musyawarah (RKM). Satu di antaranya untuk penyelesaian sanitasi yang tertuang dalam surat edaran. “Artinya kami sudah mencoba mengarahkan sanitasi menjadi prioritas pembangunan di tingkat RT,” jelasnya.
Kendati demikian, memang masih ada beberapa dari mereka yang belum menangkap arahan itu dengan baik. Hal itu menjadi catatan bagi pemkot untuk lebih menguatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan masyarakat.
Selain dengan RKM, pemkot juga menganggarkan dana pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan 2022 untuk pembangunan jamban pribadi. Dengan sasaran sekitar 150 jamban. “Kami dari Bappeda berusaha untuk terus mendorong agar mencapai 100 persen akses sanitasi yang layak dan sehat di Kota Magelang,” kata Handini. (aya/bah)