MUNGKID – Masyarakat di Duusn Gedongan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur setiap Rabu Wekasan atau Rabu terakhir bulan Safar rutin menggelar merti dusun. Bahkan, tradisi sedekah bumi sudah ada sejak 200 tahun yang lalu. Turun-temurun dari zaman nenek moyang.
Upacara Merti Dusun Gedongan dibuka dengan kirab dari Kali Sileng untuk mengambil air suci pada pukul 07.00. Lantas, melakukan kirab ke arah selatan menuju perempatan yang dijadikan sebagai titik pusat acara. Selanjutnya, dilakukan penyerahan penyucian dua ekor kambing menggunakan air suci dan memberinya makan.
Kemudian, kambing tersebut disembelih. Darahnya kemudian ditimbun serta didoakan. Acara dilanjutkan dengan pentas seni peserta kirab. Seperti jathilan, kubro dangdut (brodut), dan lain-lain. Setelah pentas selesai, dilaksanakan selamatan dan kembul bujana, pengajian, serta pada malam harinya ada pementasan topeng ireng.
Salah satu sesepuh Dusun Gedongan Timbul Wuryanto mengatakan, tradisi ini sudah ada sejak nenek moyang. Dilakukan sebagai upaya tolak bala. Juga demi ketentraman, persatuan, dan keamanan dusun. Rutin diadakan saban tahun, tepatnya Rabu Wekasan.
Kambing yang dibawa ada dua, jantan dan betina. Dua kaki kanan kambing tersebut dipotong dan ditimbun saat matahari terbenam. Total ada empat kaki. “Intisarinya harus ada kambing dua macam. Ditimbunnya saat matahari terbenam dan ditimbun di pojok-pojok dusun,” jelasnya di sela acara, Rabu (21/9).
Kambing yang sudah disembelih itu, lantas dimasak dan dimakan bersama masyarakat Dusun Gedongan. Kembul bujana. Semua kalangan turut hadir, baik dari anak-anak hingga dewasa. Tujuannya meminta keselamatan dan dipermudah jalannya.
Sementara itu, Camat Borobudur Subiyanto mengapresiasi upaya Dusun Gedongan dalam melestarikan tradisi yang telah ada. Dia berharap, merti dusun ini akan terus dilaksanakan dan bisa memacu kerukunan antar masyarakat. “Semoga tahun depan bisa lebih meriah lagi,” ujarnya. (aya/bah)