MAGELANG – Peninggalan umat Hindu maupun Buddha yang berada di Kabupaten Magelang cukup banyak. Terutama candi yang dulunya kerap digunakan untuk tempat ibadah. Meski sudah berabad-abad lamanya, candi tersebut tetap terjaga. Mengingat pengelola rutin membersihkan tumbuhan maupun mikroorganisme yang menempel pada bebatuan.
Di kompleks Dusun Sengi, ada tiga buah candi yang hingga kini masih berdiri kokoh. Setiap candi mempunyai fungsi ritual sendiri yang dihubungkan dengan siklus tanam padi. Pertama, Candi Lumbung yang konon dikenal sebagai tempat peribadatan sebelum masa panen tiba.
Kedua, Candi Pendem yang ditemukan terpendam di dalam tanah dan disebut Candi Pertimah atau Candi Bumi. Biasanya, saat warga hendak menggarap sawah, diadakan selamatan. Mereka memilih tempat di Candi Pendem.
Sementara penamaan Candi Asu ini memiliki beberapa versi. Konon katanya, dulu ada patung Nandi yang sudah aus dan kecil. Warga setempat mengira jika patung tersebut berwujud anjing. Yang dalam bahasa Jawa disebut asu. Diamati dari strukturnya, candi ini termasuk dalam periode Jawa Tengah. Menurut mitologi Hindu, dewi tersebut digambarkan sebagai sapi atau lembu. “Tapi, sebetulnya itu patung Nandi,” ujar Jumat, juru pelihara Kompleks Candi Sengi.
Sedangkan versi lain menyebut, candi itu dinamai ‘aso’ yang diambil dari bahasa Sansekerta ‘aswa’ berarti tempat peristirahatan. Menurut Jumat, Candi Asu sesungguhnya bermakna ngaso atau beristirahat. Namun, karena terlanjur salah kaprah, warga sekitar menamainya Candi Asu.
Candi ini terletak di wilayah Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Dukun. Tahun berdirinya candi ini dapat diketahui dari Prasasti Sri Manggala II, Kurambitan I, dan Kurambitan II berangka 880 Masehi, yakni abad ke-9. Pada masa itu, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
Dengan demikian, Candi Asu merupakan candi yang digunakan untuk peribadatan agama Hindu. Hal tersebut dibuktikan dengan keberadaan arca Nandi atau lembu. Nandi sendiri menjadi wahana atau kendaraan Dewa Siwa. Namun, dia menyebut, arca Nandi hilang sekitar tahun 1970-an.
Jumat menuturkan, pengelolaan candi tersebut berada di tangan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Sehingga pengunjung tidak dikenakan tarif saat mengunjungi situs tersebut. Kendati gratis, jumlah pengunjung Candi Asu tidak menentu. Selain itu, candi ini juga kerap menjadi tempat penelitian.
Jarak Candi Asu dengan Candi Lumbung sekitar 300 meter. Begitu juga dengan Candi Pendem. Namun untuk Candi Lumbung, dulunya berada di sebelah kanan tebing Sungai Pabelan. Kemudian, sekitar tahun 2010-2011 terjadi banjir lahar dingin. Yang mana membuat keberadaan Candi Lumbung tergerus. Untuk itu, BPCB melakukan relokasi guna menyelamatkan candi. Tepatnya di Dusun Tlatar. (aya/eno)