Neutron Yogyakarta

Gunakan Modus Tunggakan Tagihan Telepon

Gunakan Modus Tunggakan Tagihan Telepon
UNGKAP KASUS: Enam pelaku dan barang bukti kasus penipuian online berkedok customer service di Mapolda DIJ (29/3). Dua orang di ataranya adalah warga negara asing.(ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIJ menangkap komplotan penipuan online. Total ada enam orang, dua di antaranya merupakan warga negara asing (WNA). Mereka berbagi peran dan menggunakan modus tunggakapn tagihan telepon.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIJ Kombes Pol Idham Mahdi merinci, pelaku yakni laki-laki berinisial AW dan NL. Keduanya adalah warga Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian DT warga Kecamatan Mempawah Ilir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Perempuan inisial VN, asal Kecamatan Ilir Timur, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Sementara dua WNA Taiwan yakni laki-laki berinisial ZQB dan YSX yang tinggal di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Aksi para pelaku ini masuk tindak pidana informasi dan transaksi elektronik. Korbanya pria inisial I, seorang dosen yang tinggal di Kemantren Tegalrejo, Jogja.

Bermula dari korban yang mendapatkan panggilan dari telepon rumah pada 22 Februari sekitar pukul 07.53. Setelah diangkat, seseorang memberitahukan nomor telepon rumah milik korban menunggak. Jika tidak segera dilakukan pembayaran bakal diblokir.

Lalu muncul perintah untuk menekan angka 1. Korban terhubung dengan CS perempuan. Kemudian diberitahukan adanya tagihan sebesar Rp 2.356.000 yang harus dibayarkan.

“Seseorang yang mengaku sebagai CS itu mengatakan bahwa nomor telepon rumah tersebut menggunakan data pribadi atas nama pelapor. Teregistrasi sejak 7 Desember 2022 dengan keterangan CS beralamat di Sidakarya, Denpasar Selatan,” beber Idham di Mapolda DIJ kemarin (29/3).

CS kemudian menawarkan bantuan. Menghubungkan korban dengan penyidik, Polda Bali yang disebutnya Iptu B. Tak selang lama, telepon terhubung dengan Iptu B. Orang yang mengaku Iptu B itu mengarahkan korban agar membuat laporan polisi. Dengan Nomor LP/20/11/2023/SPKT/Satgas, terkait penggunaan identitas korban.

Korban kemudian disambungkan lagi dengan suara berbeda. Seorang pria mengecek nomor dan alamat korban dan menyampaikan bahwa nomor rekening korban digunakan untuk melakukan tindak pidana pencucian uang oleh Agustina atau Mama Ina. Saat itu, korban lalu dimintai nomor WhatsApp.
Sekitar pukul 09.06, korban kembali dihubungi Iptu B dan diinterogasi terkait rekening miliknya. Guna melancarkan penyelidikan, korban diminta merahasiakan kejadian tersebut dari orang lain. Jika tidak, korban dapat ditangkap.

Tak sampai di situ, korban kemudian dihubungkan dengan petugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terhubung dengan perempuan inisial F yang menanyakan jumlah rekening korban dan mengatakan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. Yang mana dua dari tiga rekening bank milik korban harus diaudit. Pelaku meminta korban memindahkan uang rekeningnya ke rekening pengawasan. “Korban terkena bujuk F hingga mengirimkan uang Rp 710 juta ke rekening pengawasan,” ungkap Idham.

Adapun peran dua WNA itu, ZQB bertugas memberi perintah transfer kepada VN melalui grup Telegram. Lalu YSX berperan menjalankan tugas sebagai pengawas dan pendamping pekerjaan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan oleh DT dan juga VN yang berperan sebagai F.

Atas perbuatannya, komplotan pelaku dijerat Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 378 Jo Pasal 55, 56 KUHP. “Adapun ancaman hukuman, pelaku bisa dikenakan pidana penjara paling lama 6 Tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar,” ungkap Kasubdit Penmas Kabidhumas Polda DIJ AKBP Verena Sri Wahyuningsih. (mel/eno/sat)

Lainnya