RADAR MAGELANG – Ruwat-rawat Borobudur menapaki usia ke-21. Masyarakat pecinta seni dan budaya Borobudur menggelar serangkaian kegiatan untuk menjaga kelestarian nilai spiritualitas. Serta mewujudkan Borobudur dan kawasannya sebagai destinasi wisata.
Kegiatan bertajuk ‘Mengembalikan Nilai Spirituaitas Borobudur melalui Tradisi’ ini sudah diselenggarakan sejak 21 Januari hingga ditutup pada 30 Oktober 2023 mendatang. Dengan menggelar beberapa kegiatan, seperti festival kesenian rakyat, kesenian tradisi, workshop, seminar, hingga pentas-pentas seni.
Tokoh budaya Brayat Panangkaran Borobudur Sucoro melihat, sebelum keberadaan Candi Borobudur, orang-orang diyakini mengalami dua hal. Pada saat sakit dan sehat. “Dulu belum ada dokter. Tapi, mampu membangun monumen yang megah. Artinya ada spirit yang hebat,” ujarnya di sela kegiatan, Senin (12/6/2023).
Baca Juga: Ribuan Lampion Penuhi Langit Borobudur
Dia menyebut, spirit itulah yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat. Khususnya di kawasan Candi Borobudur. Selain itu, sejumlah kegiatan yang dilakukan ini, kata dia, juga termasuk satu upaya untuk melakukan promosi wisata. Yang mana setelah pandemi, tingkat kunjungan semakin berkurang.
Sucoro mengatakan, sebetulnya kegiatan budaya ini untuk mengingatkan kembali bahwa Borobudur memiliki nilai spiritual yang perlu diperhatikan. Karena selama ini, pengelola hanya melihat Borobudur pada sisi keindahan. Sementara keagungannya kurang terekspos.
Kegiatan ini dilakukan dengan ritual perjalanan spiritual Bahkti Bumi Usadha Panca Rasa Tunggal. Ritual ini lebih mengungkap dan memperkenalkan potensi rempah-rempah di kawasan Borobudur. Hal itu dengan melihat kondisi yang ada dan penggambaran pada relief Candi Borobudur.
Baca Juga: Mapolsek Borobudur Dilengkapi Mes dan Pam Obvit
Selain itu, merefleksikan masa lalu adanya tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat untuk kesehatan dan penyembuhan penyakit. Tumbuh-tumbuhan tersebut ditanam oleh para petani di seputaran mawasan Borobudur, jelas mempunyai peran penting dalam upaya pendirian warisan budaya Borobudur.
Melalui ruwat-rawat Borobudur ini, dia berharap, dapat membangun nilai spiritualitas. “Dulu, Borobudur dikunjungi untuk meditasi, sekarang untuk pariwisata sedemikian hebat. Karena kita melihat Borobudur itu sebagai pustaka kehidupan,” paparnya.
Sementara itu, General Manager TWC Unit Borobudur Jamaludin Mawardi mengatakan, aktivitas budaya yang dilakukan oleh masyarakat lokal ini untuk menjaga sisi spiritualitas Borobudur. Hal itulah yang divisualisasikan dalam bentuk ruwat-rawat Borobudur.
Baca Juga: Tarif Masuk Candi Borobudur Tidak Berubah
Menurutnya, kegiatan ini menjadi satu aktivitas budaya yang melengkapi aktivitas wisata di Candi Borobudur. Secara tidak langsung juga sebagai upaya pelestarian budaya. “Karena kalau kita bicara Borobudur tidak hanya fisik candinya saja. Tapi juga dari sisi budaya yang menyertai keberadaan candi di kawasan sekitar,” bebernya. (aya/bah/sat)