Neutron Yogyakarta

Perjuangan Septi, Pemilik Cita-Cita Guru Lukis dari Watu Belah

Perjuangan Septi, Pemilik Cita-Cita Guru Lukis dari Watu Belah
HEBAT:  Dewi Septiani, 12, siswa SD Negeri Sutogiri Pengasih warga  Pedukuhan Watu Belah, Sidomulyo, Pengasih. HENDRI UTOMO

RADAR MAGELANG – Namanya Dewi Septiani. Perjuangan gadis 12 tahun ini pantas dicontoh. Putri pasangan Sumiran dan Sugiyanti ini tinggal di Perbukitan Menoreh, jauh dari kota dan modernitas. Namun langkahnya tak pernah surut dalam mengejar cita-citanya, menjadi guru seni lukis.

KAKINYA Kecil, sekecil usianya. Namun tak kalah kuat dengan kaki-kaki orang dewasa. Jauh dari kota. Setiap hari ia harus berjalan kaki pulang dan pergi ke sekolah yang berjarak sekitar 3 kilometer dengan medan jalan berbatu yang sulit. Gadis tangguh ini menyecap ilmu di SD Negeri Sutogiri Pengasih.

Sekilas, seolah tidak ada beban dalam hidupnya, melakoni perjuangan sekolah. Senyumnya begitu gampang mengembang. Semangatnya menjadi guru lukis seolah mengalahkan rintangan apa saja. Sama seperti anak-anak sekolah pada umumnya, ia harus berangkat ke sekolah pagi dan pulang siang hari.

Bedanya ia harus melintasi jalan berbatu di tengah kepungan hutan jati yang tumbuh di Pegunungan Menoreh. Kadang ditemani kicauan burung saat berangkat, dan diikuti terik matahari saat pulang. Saat hujan, dia juga diintai longsor saat melangkahkan kaki di titik jalan bertebing labil.Setiap hari dia berangkat pukul 04.00 atau 05.00, sampai sekolah pukul 07.00 , pernah juga 08.00. “Jalannya ya begitu, sebetulnya ya capek, tapi memang tidak bisa dilalui sepeda motor,” ucap Septi..

Di sekolah dia suka pelajaran matematika. Dia juga aktif mengikuti pelajaran tematik baik itu yang berkaitan dengan olahraga atau keterampilan. “Olahraga saya suka, tetapi saya paling suka melukis, ya saya ingin menjadi guru lukis,” ujarnya.

Perjuangan Septi tidak hanya cantik tersimak saat berjuang mengenyam pendidikan, ia juga pribadi yang rajin. Tanpa disuruh ia dengan ringan membantu orang tua, mulai mengurus dirinya sendiri seperti merapikan tempat tidur, mencuci piring bahkan ikut membantu membereskan pekerjaan rumah (menyapu halaman, dan lainnya).

Ibunda Dewi Septiani, Sugiyanti mengatakan, anaknya memang pribadi yang baik, rajin dan semangat bersekolah. Setiap hari jalan kaki. Kecuali kalau hujan digendong ayahnya, karena jalan sepanjang 1,5 kilometer bebatuan dan beberapa titik kadang longsor kalau hujan.

Septi juga tidak pernah mengeluh dan selalu ceria, tidak pernah tahu kenapa ia memiliki cita-citanya menjadi guru seni lukis, namun ia memang suka sekali melukis. “Sejak awal memang ia ingin sekali menjadi guru lukis,” imbuhnya.

Guru SD Negeri Sutogiri Yuliati menyatakan, tidak pernah membayangkan perjuangan anak didiknya mewujudkan cita-cita. Yang jelas, ia mengenal betul pribadi Septi yang tidak pernah mengeluh atau menunjukkan rasa lelah ketika di sekolah. “Justru kadang saat mau pulang itu terlihat sedih, mungkin di sekolah banyak teman,” ucapnya

Dewi Septiani hidup dengan kedua orang tuanya di Pedukuhan Watu Belah, Sidomulyo, Pengasih, Kulonprogo. Ia bahkan satu satunya keluarga yang hidup di lokasi yang boleh dikatakan ekstrem seperti itu. Keluarga Septi hanyalah gambaran hidup dari sekian banyak keluarga yang hidup di tengah keterbatasan di kawasan Bukit Menoreh Kulonprogo yang jauh dari perkotaan. (din)

Lainnya