Neutron Yogyakarta

Perajin Adaptif, Ramai Pesanan Vas Bunga

Perajin Adaptif, Ramai Pesanan Vas Bunga
BERKEMBANG : Perajin gerabah di Desa Pejagatan, Kecamatan Kutowinangun mengenalkan gerabah sebagai wahana edukasi.(M Hafied/Radar Kebumen)

RADAR MAGELANG – Produksi gerabah tanah liat di Desa Pejagatan, Kecamatan Kutowinangun kini masih tetap bertahan. Para perajin tetap eksis memproduksi berbagai jenis kerajinan, meski persaingan pasar semakin ketat.

Gempuran gerabah modern berbahan plastik atau sejenisnya tak menyurutkan para perajin berhenti produksi. Mereka memilih bertahan karena gerabah tanah liat hingga saat ini masih dibutuhkan. Bahkan, sudah tiga tahun belakangan mereka justru menerima banyak permintaan. “Ada pesanan atau tidak tetap ready stok. Sekarang malah lagi ramai pesanan buat hiasan interior. Misalnya vas bunga, asbak, semacam itu,” jelas salah satu perajin, Teguh Riyanto, Senin (26/6).

Teguh menjelaskan, ketertarikan konsep klasik yang kini banyak diminati menjadi pintu pembuka banyak pesanan datang. Karena itu, para perajin dituntut harus adaptif menerima segala permintaan pasar. “Dulu itu cuma buat peralatan dapur. Era sekarang beda. Perajin mulai memposisikan diri ikut pesanan,” ucapnya.

Awalnya, kata Teguh, produksi gerabah di Desa Pejagatan konsisten pada peralatan rumah tangga. Namun kini secara perlahan mulai beralih memproduksi gerabah sesuai permintaan. “Kalau tidak kreatif, pesanan bisa diambil daerah lain. Ya kudu pintar-pintar meyakinkan. Ditambah ornamen yang berkesan gitu. Hasil belum bagus, diulang lagi,” sambungnya.

Teguh menjelaskan, gerabah tanah liat merupakan kerajinan yang diwariskan secara turun temurun di Desa Pejagatan. Dia adalah generasi ketiga yang mempertahankan produksi gerabah di desanya. Saat ini, setidaknya ada 60 perajin gerabah yang masih tetap eksis. “Di Kebumen cuma ada dua sentra gerabah. Itu tinggal dua tok. Satu di Desa Gebangsari, Klirong dan satu di Pejagatan,” ungkapnya.

Adapun produksi gerabah Desa Pejagatan kini sudah menjangkau seluruh pelosok nusantara. Terakhir, pesanan gerabah juga sudah mewarnai pasar internasional, tepatnya dikirim hingga India. “Segmen pasar macam-macam. Hampir seluruh kota besar sudah. Waktu 2020 kemarin ada pesanan 500 pcs ke India,” sambungnya.

Sementara itu, Kepala Desa Pejagatan Mualip bersyukur produksi gerabah di Desa Pejagatan secara perlahan terus tumbuh. Meski kini menghadapi tantangan adanya gempuran produk modern. “Memang berat, harus bersaing dengan barang industri. Tapi kenyataannya warga punya daya kreatif. Mencoba terima pesanan baru, kemudian ditularkan ke yang lain,” bebernya.

Menurutnya, sentra gerabah Desa Pejagatan juga terbantu dengan pencanangan sebagai desa eduwisata. Pihaknya melalui kelompok sadar wisata (pokdarwis) memberikan ruang bagi masyarakat atau kalangan pelajar untuk menimba ilmu tentang berbagai sisi produksi gerabah tanah liat. “Dari sentra gerabah, maka kami mengambil peluang potensi wisata. Sudah banyak sekolah berkunjung untuk mengenal lebih dekat tentang gerabah,” paparnya. (fid/pra)

Lainnya