Neutron Yogyakarta

Bentuk Desa Sensor Mandiri, Budayakan Sensor Sendiri

Bentuk Desa Sensor Mandiri, Budayakan Sensor Sendiri
Ketua Komisi 3 LSF RI Naswardi.(M Hafied/Radar Kebumen)

RADAR MAGELANG – Lembaga Sensor Film (LSF) mengajak masyarakat membiasakan diri cerdas dalam memilah dan memilih tontonan film. Sebab, LSF belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh siaran film, khususnya film yang beredar di berbagai platform digital. Di antaranya melalui pembentukan desa sensor mandiri.

Ketua Komisi 3 LSF RI Naswardi menyebut, beberapa upaya telah dilakukan agar gerakan sensor mandiri lebih masif. Seperti membentuk desa sensor mandiri di berbagai daerah. Kemudian, membuat wadah relawan yang fokus terhadap sensor film. “Kami mengembangkan prototype desa sensor mandiri. Ada di Bali, Madiun, Jogja, Ciamis dan Solo. Ke depan kami sangat terbuka untuk Kebumen,” tuturnya saat menyampaikan sosialisasi budaya sensor mandiri di Kebumen.

Masyarakat diminta jeli dalam menyaring setiap suguhan film. Dengan meningkatkan budaya literasi tontonan film sesuai klasifikasi usia. Media siaran, kata dia, kini mulai bergeser, dari konvensional ke media baru. Berbasis video and demand. Kalau tidak ada sensor yang baik dari masyarakat sendiri.Dari sosialisasi itu, kata Naswardi, masyarakat diharapkan memiliki kesadaran dan kepatuhan dalam mengakses tontonan film. Menurutnya, kewenangan LSF sangat terbatas untuk mencakup filtrasi penyiaran film di kanal digital. “Yang belum sempurna adalah berbasis internet, belum semua masuk ke LSF. Sehingga potensi untuk diakses masyarakat sangat terbuka,” ungkapnya.

Naswardi menjelaskan, peningkatan literasi tontonan merupakan bentuk tanggungjawab LSF. Sebagai perangkat negara, LSF hadir untuk menjabarkan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Dalam regulasi itu diatur kriteria tontonan film sesuai klasifikasi usia, mulai klasifikasi semua umur (SU), 13 tahun ke atas (D13), 17 tahun ke atas (D17) dan 21 tahun keatas (D21).

Lebih lanjut, LSF memiliki tugas utama melakukan penyensoran film dengan beberapa kriteria. Di antaranya, film tersebut tidak memgandung unsur pornografi, kekerasan atau sadiseme, narkotika, perendahan HAM, isu SARA dan perbuatan melawan hukum.Setelah kriteria terpenuhi, kata Naswardi, maka LSF menyatakan film terdebut layak diedarkan untuk menjadi konsumsi publik. Baik untuk jaringan bioskop, jaringan televisi maupun jaringan teknologi informatika lain. “Tahun lalu ada 39.863 judul film (diajukan) ke LSF untuk diteliti sebelum dipertunjukan ke publik,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekda Kebumen Ahmad Ujang Sugiyono menyambut baik gerakan sensor film secara mandiri. Menurutnya, siaran film memiliki berpengaruh cukup besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Dari kegiatan itu masyarakat diharapkan memiliki kemampuan menyaring kelayakan film. “Genre film bermacam-macam dapat merubah pola pikir, psikologi, budaya, bisnis dan yang lain. Pentingnya sensor. Masyarakat berhak menentukan mana yang layak dan mana yang tidak layak,” terangnya. (fid/pra)

Lainnya