Neutron Yogyakarta

Seribu Siswa Bawakan Tari Kuntulan

Seribu Siswa Bawakan Tari Kuntulan
ENERGIK: Para siswa SD hingga SMP tampak bersemangat mengikuti tari Kuntulan di TKL Ecopark, Minggu pagi (16/7/23).Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Seribu siswa-siswi tampil memukau dengan membawakan tari Kuntulan secara bersama-sama. Kegiatan ini digagas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Magelang sebagai upaya untuk nguri-uri budaya lewat pentas seni tari kolosal.

Kepala Disdikbud Kota Magelang Imam Baihaqi menuturkan, pentas seni kali ini diikuti oleh seribu siswa dari SD maupun SMP dan beberapa sanggar seni di Kota Magelang. Selain untuk nguri-uri budaya, juga untuk menghidupkan tiap sudut di Kota Magelang agar semakin ramai. Termasuk di Taman Kyai Langgeng (TKL) Ecopark maupun tempat lain.

Dengan begitu, dapat menggeliatkan ekonomi kreatif di sekitar lokasi. “Termasuk tukang parkir. Mereka bisa mendapatkan penghasilan dengan kegiatan-kegiatan yang kami adakan. Pariwisata juga lebih bagus,” ujarnya kepada Radar Jogja, Minggu (16/7/23).

Baca Juga: Nguri-uri Budaya Lewat Pentas Seni Kolosal Seribu Siswa Upaya Hidupkan Kota Magelang agar Semakin Ramai

Pentas seni kolosal ini, kata dia, akan dilakukan secara berkelanjutan di event-event tertentu. Selain itu, disdikbud juga menggandeng komunitas maupun sanggar seni di Kota Magelang agar memberikan wadah kepada mereka untuk unjuk gigi. “Kesenian maju, UMKM bergeliat, masyarakat sejahtera,” imbuhnya.

Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz menuturkan, kegiatan seperti ini menjadi media untuk nguri-uri budaya di wilayahnya. Terutama kepada siswa SD maupun SMP di Kota Magelang. Harapannya, mereka dapat lebih mencintai budaya yang ada di kotanya sendiri, dibanding budaya luar.

Dia juga berharap, pentas seni ini dapat dilakukan secara kontinyu. Baik secara bersama-sama atau kolosal maupun tiap komunitas kesenian. “Kegiatan awal ini, kami pilih di TKL Ecopark karena untuk mendongkrak wisatawan juga. Anak-anak juga merasa senang di sini,” jelasnya.

Baca Juga: Kemenag Kabupaten Magelang: Jamaah Haji Meninggal Karena Sakit dan Lanjut Usia

Sementara itu, pencipta tari Kuntulan Arif Maryono menyebut, tarian ini terinspirasi dari sejarah perang Pangeran Diponegoro. Utamanya sewaktu Pangeran Diponegoro melarikan diri ke Bukit Menoreh. Pangeran Diponegoro mengelabui penjajah Belanda dengan tarian tersebut.

Karena gerakan tali Kuntulan merupakan penghalusan gerakan bela diri serta diiringi dengan rebana maupun syair syair keagamaan. Dengan taktik seperti ini, pihak Belanda pun tidak mengetahui bahwa kesenian Kuntulan ini merupakan ajang untuk melatih dan menyusun kekuatan dalam berjuang menghadapi penjajah.

Sebetulnya, keberadaan seni Kuntulan di Kota Magelang ini telah muncul sejak ratusan tahun yang lalu. Menurut kisah turun-temurun masyarakat setempat, seni kuntulan saat itu dibawa oleh Sunan Kalijaga dan kemudian dikembangkan oleh para pengikutnya.

Baca Juga: Polres Magelang Kota Ajak Warga Peduli Lingkungan

Kostum yang digunakan berwarna putih dengan aksesoris bulu di kepala menyerupai burung kuntul. Kesenian ini dapat dimainkan sesuai kebutuhan. Bisa lima menit, tujuh menit, 15 menit, bahkan setengah jam. “Minimal dimainkan oleh 10 orang dan tidak dibatasi umur maupun jenis kelamin,” sebutnya.

Dia berharap, tari Kuntulan ini sebagai ikon Kota Magelang. Keberadaannya juga tetap lestari sampai kapanpun. “Karena harapan saya, ini (tari Kuntulan) menjadi ikon dan ciri khas Kota Magelang,” sambungnya. (aya/pra)

Lainnya