Neutron Yogyakarta

Tak Usah Gengsi Tidak Bisa Kelola Sampah

Tak Usah Gengsi Tidak Bisa Kelola Sampah
MULAI BERSERAKAN: Kondisi tumpukan sampah di kawasan heritage Kotabaru Jogja, kemarin siang (24/7) Wulan Yanuarwati/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Penutupan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, selama 1,5 bulan terhitung 23 Juli hingga 5 September 2023, berdampak luas. Anggota Komisi C DPRD Kota Jogja Sigit Wicaksono mengatakan, pemerintah tak perlu gengsi jika tidak mampu mengelola sampah.

“Kita masih dalam kerangka NKRI. Jika daerah tidak mampu, masih ada presiden. Tidak usah gengsi. Misal kelurahan tidak bisa mengatasi persoalan, ada kemantren. Ketika kemantren tidak mampu, ada pemkot. Jika pemkot juga tidak mampu, ada provinsi. Kalau provinsi tidak mampu, ya ke presiden,” ujar Sigit kemarin(24/7).

Penutupan TPST Piyungan itu terkesan sangat mendadak. Padahal kondisi TPST Piyungan itu sudah lama over capacity dan sering dibuka tutup. Menurutnya, revitalisasi TPA Piyungan harus didahului dengan perencanaan yang matang. Apalagi ada penutupan jangka panjang. “Kalau seperti ini dampaknya tidak hanya penumpukan sampah, tapi juga merembet ke hal lain yang justru lebih besar,” ujarnya.

Sigit menekankan pentingnya koordinasi lintas wilayah, terkait pengadaan lahan untuk tempat pembuangan sampah. Meski dia menilai ihwal pengadaan lahan cukup sulit. Sebab, kerap diikuti dengan penolakan oleh warga di sekitarnya.

Dia menilai pemerintah daerah memiliki sumber daya yang mumpuni. Maka jika pemerintah daerah sudah tidak sanggup mengelola, maka tidak perlu gengsi. Dan bisa segera berkoordinasi ke pimpinan di atasnya.

Sementara itu, ihwal kebutuhan anggaran pengadaan sarana dan prasarana persampahan, tidak perlu dikhawatirkan. Jika urusannya mendesak dan darurat, pasti didukung kalangan legislatif.

“Jangan takut kalau soal anggaran. Nanti di APBD Perubahan juga bisa dimusyawarahkan. Intinya koordinasi lintas daerah harus berjalan dan jangan gengsi kalau memang tidak mampu mengelola sampah,” ujarnya.

Penutupan TPST Piyungan berdampak pada penumpukan sampah di sejumlah titik di Kota Jogja. Sebab depo-depo di Kota Jogja menyusul ditutup.

Pemkot Jogja sebelumnya sudah ada gerakan zero sampah anorganik mulai Januari 2023. Program ini cukup berhasil menekan sampah anorganik hingga 87 ton sehari melalui metode pemilahan sampah. Namun masih tersisa residu sampah yang tetap harus dibuang di Piyungan.

“Secara berat tonase masih sekitar 220 ton (yang dibuang ke Piyungan, Red). Baru dari Kota Jogja saja itu, belum Sleman dan Bantul,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja Ahmad Haryoko kemarin (24/7).

Masih adanya ratusan ton yang harus dibuang setiap harinya, membuat depo-depo di Kota Jogja hanya bisa menampung sampah selama lima hari. Setelah itu, sampah diprediksi tak bisa dibendung lagi.

“Kalau kembali ke fungsi regulasi, kami di kabupaten dan kota, selaras undang-undang, bertanggungjawab terkait sampah dari hulu soal pengurangan sampah. Sedangkan hilirnya atau di akhir sampah, itu jadi tanggung jawab Pemprov DIJ,” jelasnya.

Dia berharap bantuan dari Pemprov DIJ dapat segera diterima, sehingga tidak menunggu sampah luber di banyak tempat. Sebab kondisi ini melelahkan. “Kita harus sesuai dengan arahan Pemprov DIJ, nanti mau seperti apa itu,” ujarnya.

Sementara itu, warga Demangan Kota Jogja Fachrul terlihat membuang sampah mandiri di Depo Demangan sekitar pukul 15.00. Sampah yang dibuang sudah dipilah sebelumnya.

Warga sekitar Depo bisa membuang sampah namun dengan catatan. Sudah dipilah sebelumnya dan ada waktu yang ditentukan.

“Tadi sempat gak bisa buang karena ternyata maksimal pukul 12 siang, saya tidak tahu. Tapi udah diedukasi sekarang jadi tahu. Saya warga sini,” ujarnya. (lan/laz)

Lainnya