Neutron Yogyakarta

Pengairan Sulit, 15 Hektare Sawah Terancam Gagal Panen

Pengairan Sulit, 15 Hektare Sawah Terancam Gagal Panen
KERING: Meski mengalami kekeringan, Mundakir tetap berikhtiar untuk melakukan penyemprotan di lahan pertanian miliknya, Rabu(23/8/23).Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Kurangnya pasokan air membuat sejumlah lahan pertanian di Kabupaten Magelang terancam gagal panen. Hal itu disebabkan oleh kekeringan yang melanda sejumlah wilayah. Dinas Pertanian dan Pangan (Distanpangan) Kabupaten Magelang mencatat ada sekitar 15 hektare sawah di Kecamatan Secang yang terdampak kekeringan.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Distanpangan Kabupaten Magelang Ade Sri Kuncoro Kusumaningtiyas menuturkan, di daerah Krincing, Secang terjadi kekeringan seluas 15 hektare. Kebanyakan berupa padi. “Hal ini akibat adanya kerusakan jalur irigasi yang berbatasan antara Magelang dengan Temanggung,” ujarnya, Rabu (23/8/23).

Seorang petani Dusun Bangsren, Secang Mundakir, 73 mengaku dampak kekeringan sudah terjadi sejak satu bulan ini. Ditambah tidak ada hujan sama sekali. Ketersediaan air tidak cukup untuk mengairi sawahnya. Apalagi dia memiliki lahan pertanian seluas 13 kisuk atau 1,3 hektare. Bahkan, sebagian sawahnya terlihat kering kerontang.

Baca Juga: Kekeringan dan Diserang WBC 8,42 Ha Sawah di Jombang Gagal Panen

Mundakir pun terpaksa melakukan penyemprotan secara manual dari satu petak ke petak lainnya. Meskipun upaya tersebut tidak mengatasi permasalahan yang ada. “Ini (penyemprotan manual) sebagai bentuk ikhtiar saja. Biar tidak kering banget,” sebutnya.

Padahal, kata dia, sawah itu baru ditanami padi satu bulan yang lalu. Akibatnya, sawah yang tidak mendapat cukup air, menjadi kering. Tanaman padi mulai berwarna kecoklatan dan dipastikan gagal panen. Meski setiap tahun merasakan hal serupa, menurutnya, kekeringan tahun ini lebih parah dibanding sebelumnya.

Dia menyebut, sebelum-sebelumnya bisa melakukan panen meski hanya sedikit. Tahun ini, dia pesimis bakal berhasil. Mundakir juga tidak tahu persis kerugian yang didapat. Hanya saja, sewaktu menanam bibit padi, dia menghabiskan sekitar satu kuintal.

Baca Juga: Klaim Asuransi Gagal Panen segera Cair

Selain itu, ada biaya operasional lain yang tentu menambah daftar kerugian akibat gagal panen. Yakni solar yang digunakan pada traktor. “Lima liter solar dipakai untuk satu minggu. Saya juga memberi upah kepada dua buruh Rp 30 ribu per hari,” paparnya.

Saat ini, dia hanya bisa pasrah menerima keadaan sembari melakukan upaya agar meminimalisasi kerugian yang dialami. Dia berharap, akan datang hujan meski hanya sebentar. “Kalau ada air, bisa panen. Kalau tidak, ya tidak panen,” sambungnya.

Sementara itu, petani lain bernama Wardiyah, 56 mengaku, kekeringan sudah mulai dirasakan sejak Juli. Ketersediaan air untuk mengairi sawahnya, mulai menipis. Namun, dia beruntung, pihak dusun menyiapkan penampungan air untuk mengantisipasi kekeringan.

Baca Juga: Cegah Gagal Panen, Petani Gropyokan Tikus

Air tersebut disalurkan kepada pemilik lahan secara bergiliran. Sebelumnya, para petani memanfaatkan Sungai Gesing untuk mengairi sawahnya. “Tapi, sekarang tidak bisa. Kurang airnya. Terus dari dusun buat penampungan dan digilir. Ini saja baru satu hari, airnya sudah kering lagi,” akunya.

Dia berharap, pemerintah desa setempat mampu memberikan solusi yang tepat untuk para petani. Karena jika dampak kekeringan terus berlanjut, para petani terancam gagal panen dan merugi. “Ya mudah-mudahan segera hujan,” harapnya. (aya/din)

Lainnya