RADAR MAGELANG – Defisit anggaran sebesar Rp 90 miliar membuat Pemprov DIJ menyiapkan sejumlah skenario. Saat awal mengajukan dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran (KUA/PPAS) Perubahan APBD TA 2023 pada permulaan Agustus lalu, muncul usulan dari pemprov memotong anggaran tambahan penghasilan pegawai (TPP).
“Awalnya memang ada proposal atau lebih tepatnya usulan mengurangi TPP,” ujar Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DIJ Huda Tri Yudiana kemarin (24/8).
Huda menjelaskan, TPP masuk dalam belanja pegawai pemprov yang totalnya berjumlah 12 ribu orang. Sedangkan belanja pegawai TA 2023 mencapai Rp 80 miliar. Sebagian dari alokasi anggaran itu yang hendak dipotong.
“Kami tidak setuju dengan skenario pemotongan TPP,” katanya. Seorang sumber yang mengetahui rencana pemotongan TPP menceritakan perdebatan informal yang terjadi saat usulan itu muncul. Salah satu anggota badan anggaran sempat menyindir bagi anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mungkin tidak ada masalah TPP-nya dipangkas hingga separo. Misalnya rata-rata sebulan mendapatkan Rp 10 juta. Berkurang masih menerima Rp 5 juta.
“Bagimana kalau yang staf. Terima Rp 1,2 juta sudah dipakai kredit motor. Tinggal terima separonya Rp 600 ribu, apa tidak kelabakan,” cerita sumber yang mengetahui diskusi rencana pemotongan TPP itu.
Lantaran dinilai cukup sensitif, setelah beberapa kali rapat kerja dengan TAPD dengan Badan Anggaran DPRD DIJ ditemukan solusi. Menurut Huda, antara lain dengan mengurangi belanja pengadaan tanah Rumah Sakit Paru-Paru Respira. Dari anggaran Rp 90 miliar dikurangi menjadi tinggal Rp 46 miliar.
Rasionalisasi dilakukan karena dari kajian lahan yang akan dibebaskan untuk RS Respira masih berstatus lahan hijau. Perlu ada penyesuaian dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW). “Sambil menunggu, anggaran disepakati dikurangi,” terang wakil rakyat asal Turi, Sleman ini.
Belanja lain yang dikurangi adalah gedung Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIJ Rp 73 miliar. Huda menjelaskan, tahun ini pembangunan gedung BKD tidak dibatalkan. Namun tetap dilanjutkan. Awalnya direncanakan dengan pola multiyears selama dua tahun, 2023 dan 2024. Namun dengan adanya rasionalisasi, gedung BKD dibangun selama tiga tahun, 2023, 2024, dan 2025.
TA 2023 semula dianggarkan Rp 38,5 miliar. Namun karena adanya rasionalisasi, dana pembangunan gedung BKD dikurangi tinggal sejumlah Rp 12,5 miliar. Sisanya sebanyak Rp 20 miliar dimanfaatkan untuk menutup defisit anggaran. Sebelum adanya keputusan rasionalisasi anggaran itu, lelang gedung BKD ada masalah. Belakangan lelang dinyatakan batal alias gagal lelang.
“Ke depan ketika lelang dibuka kembali, kami harapkan gedung BKD bisa dibangun oleh rekanan yang punya reputasi. Baik menyangkut kualitas maupun jejak rekamnya,” ingatnya.
Huda mengatakan dengan adanya rasionalisasi anggaran pengadaan tanah RS Respira dan gedung BKD ditambah efisiensi anggaran lainnya, defisit bisa diatasi. Tak ada lagi pemikiran memotong TPP yang sempat membikin gelisah para pegawai pemprov.
Di sisi lain, gagal lelang pembangunan gedung BKD DIJ secara resmi diumumkan melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Pemprov DIJ pada Minggu 13 Agustus 2023. Tidak ada penjelasan lebih lanjut soal alasan lelang dinyatakan gagal.
Dari penelusuran Radar Jogja, gagal lelang itu diduga kuat karena bocornya salah satu dokumen pengadaan. Ada dokumen yang mestinya masuk kategori rahasia, namun ikut terpublikasikan. “Dokumen itu mestinya yang tahu hanya pejabat pembuat komitmen dari instansi setempat. Namun bisa lolos keluar,” cerita seorang sumber yang paham dengan seluk beluk lelang.
Secara kebetulan bersamaan dengan gagal lelang itu, ada kebijakan rasionalisasi anggaran. Semula anggarannya Rp 38,5 miliar menjadi Rp 12,5 miliar. Masa pengerjaan juga bergeser. Dari dua tahun menjadi tiga tahun. Dengan perubahan anggaran dan waktu pengerjaan, dokumen lelang juga harus disesuaikan. “Tahun pertama ini kemungkinan yang bisa dibangun baru pondasi gedung,” katanya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIJ Wiyos Santoso mengatakan ke depan perlu ada langkah inovatif guna menambah pendapatan daerah. Sebab, ada perubahan regulasi dari pusat terkait pajak kendaraan bermotor (PKB). Selama ini PKB menjadi sumber utama pendapatan provinsi.
“Ke depan ada perubahan persentase pembagian PKB antara provinsi dan kabupaten/kota. Dari semula 70 persen berbanding 30 persen, ke depan 60 persen berbanding 40 persen. Jadi ada pendapatan provinsi yang berkurang,” katanya.
Wiyos ingin ke depan peran kabupaten/kota dalam mendorong peningkatan pendapatan PKB harus ditingkatkan. Bahkan lebih diintensifkan. Ini penting dilakukan karena selama ini peran itu lebih didominasi provinsi. “Di masa datang, kabupaten dan kota juga harus lebih berperan,” pintanya. (kus/laz)