RADAR MAGELANG – Puluhan umat Tri Dharma mengikuti ritual Keng Hoo ping/Ulambana dan pelimpahan jasa di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Liong Hok Bio, Kota Magelang Rabu (6/9/23). Tujuannya untuk mendoakan arwah leluhur. Ritual tersebut diawali dengan pemukulan gong dan genta. Kemudian, dilanjutkan dengan sembahyang pembuka.
Ritual ini dilakukan saban tahun. Tepatnya pada tanggal 22 bulan ketujuh penanggalan Imlek (Jit Gwe). Pada tanggal 1-15, mereka melakukan ritual khusus untuk arwah keluarga yang masih memiliki hubungan darah di rumah masing-masing. Setelah itu, barulah dilakukan untuk arwah secara umum di klenteng.
Wakil Ketua Harian TITD Liong Hok Bio Gunawan menjelaskan, ritual ini bertujuan sebagai laku bakti anak-anak kepada orang tua atau leluhur masing-masing. Dengan kata lain, ritual Keng Hoo Ping dilaksanakan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada para leluhur. Sebab mereka percaya, tanpa adanya para leluhur, mereka tidak ada.
Baca Juga: Puluhan Umat Tri Dharma Ikuti Ritual Keng Hoo Ping di Magelang
Dalam ritual itu, terdapat dua meja makanan yang disukai arwah leluhur. Baik yang mengonsumsi daging dan tidak mengonsumsi daging (vegetarian). Tidak ada makanan khusus bagi arwah leluhur. Adapun makanan dari darat yang disajikan adalah daging babi. “Kalau dari laut, ada ikan bandeng. Untuk udara, sebenarnya burung, tapi yang disajikan ayam,” jelasnya.
Adapun rangkaian ritual Keng Hoo Ping ini cukup panjang. Setelah sembahyang Tri Dharma, dilakukan pembacaan paritta secara Buddhis yang dipimpin oleh Bhikkhu Sasana Bodhi. Lalu, dilanjutkan dengan pembacaan doa Bunsu Aji Chandra secara Konghucu. Sedangkan secara agama Taoisme, sudah dilakukan satu minggu lalu dipimpin oleh Ardian Chang.
Dia mengatakan, ada lebih dari 800 nama arwah leluhur yang berjajar dan ditempel di dinding. Lalu, ada juga miniatur kapal yang dipercaya sebagai sarana angkutan untuk mengantar para arwah leluhur kembali ke alamnya masing-masing. “Ibaratnya, kamu (arwah, Red) sudah kami kasih makan (persembahan, Red), silakan balik lagi,” sebutnya.
Baca Juga: Porprov Lalu Hanya Peroleh 14 Emas, KONI Kota Magelang Siapkan Dua Cabor Baru
Ada juga rumah-rumahan agar arwah mendapat tempat yang layak. Selain itu, ada patung yang dinamai raja neraka. Patung itu dibuat untuk meminta izin atau kula nuwun. Tujuannya agar persembahan yang diberikan kepada leluhur dapat tersampaikan.
Di depan raja neraka tersebut, ada beras dan kebutuhan pokok lainnya. Setelah sembahyang selesai, kebutuhan pokok itu nantinya dibagikan kepada umat Tri Dharma maupun kerabatnya yang membutuhkan.
Dia menjelaskan, baik raja neraka, miniatur kapal, maupun rumah akan dibakar. Sebagai simbol agar semua doa bisa tersampaikan. Karena elemen api, lanjut dia, bagi umat Tri Dharma menjadi simbol untuk menyempurnakan apa yang telah dilakukan.
Baca Juga: Ramai-Ramai Reresik Shelter Kuliner Tuin Van Java Kota Magelang
Gunawan menyebut, pihaknya juga menyediakan beberapa gunungan berupa makanan ringan. Dulunya, gunungan itu berupa hasil panen. Namun, seiring berjalannya waktu dan kerap diletakkan di alam terbuka, tanpa penutup, sehingga panitia menggantinya dengan snack.
Ritual ini juga disebut dengan sembahyang rebutan. Konon, setelah sembahyang, masyarakat sekitar klenteng akan berbondong-bondong datang untuk memperebutkan gunungan itu. Lantaran banyak menimbulkan kecelakaan dan membuat cedera, akhirnya tidak diperebutkan. Tetapi, dibagikan secara tertib. (aya/eno)