Neutron Yogyakarta

Sedimentasi Waduk Sempor dan Wadaslintang Menumpuk

Sedimentasi Waduk Sempor dan Wadaslintang Menumpuk
Debit air Waduk Sempor terus menyusut memasuki puncak musim kemarau. M Hafied/Radar Kebumen

RADAR MAGELANG – Anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Serayu-Bogowonto (TKPSDA-SB) HM Ikhsan mengungkapkan, banyak faktor yang mengakibatkan wilayah Kebumen rutin dilanda kekeringan. Salah satunya dipicu karena keberadaan waduk dan hutan kini kurang berfungsi optimal. Apalagi kondisi waduk yang mengalami sedimentasi.

Padahal, menurutnya hutan dan waduk merupakan perangkat penting sebagai ruang penampung air “Saya mengamati sumber daya air di Kebumen sejak 1985. Seingat saya, dulu itu air berlimpah. Sawah dan hutan subur. Sekarang beda cerita,” jelasnya, disela sidang pleno TKPSDA wilayah sungai Serayu Bogowonto, Sealsa (26/9).

Menurut Ikhsan, Kabupaten Kebumen seharusnya tidak menjadi langganan kekeringan. Sebab, diuntungkan dengan keberadaan dua waduk atau bendungan besar. Yakni, Waduk Wadaslintang dan Sempor. Kemudian, dilihat secara topografi juga memiliki bentang alam berupa kawasan hutan yang cukup luas.

Baca Juga: Panorama Berbeda, Muncul Makam Kuno hingga Padang Rumput di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

Namun, kata dia, kondisi kedua waduk kebanggaan warga Kebumen itu kini cukup memperihatinkan. “(Waduk) Wadaslintang dan Sempor sudah parah. Kemarau sekarang kondisi surut, sedimentasi terlihat. Kedalaman berkurang banyak. Otomatis pasokan air ke bawah juga kurang,” ungkapnya.

Mestinya, lanjut Iksan, kedua waduk tersebut dapat dikelola dengan baik guna mencukupi kebutuhan air masyarakat Kebumen. Dengan begitu dampak resiko kekeringan dapat sedikit teratasi. Di Sempor bahkan disebut sudah parah. Waduk kurang berfungsi maksimal. “Padahal air itu untuk kepentingan pertanian dan hajat orang banyak. Kalau waduk mati, debit air berkurang, sedimen menumpuk bakal tidak berfungsi lagi. Bagaimana nasib orang di bawah,” jelasnya.

Selain waduk, dia juga menyoroti kawasan hutan milik Perhutani. Menurut Ikhsan, jenis tanaman perhutani kurang memiliki urgensi terhadap penanganan bencana kekeringan. “Silahkan diamati, dimanapun kalau ada hutan pinus. Sumber air kebanyakan menghilang. Terjadilah kekeringan,” ungkap Ikhsan.

Baca Juga: Waduk Sempor Tetap Jadi Primadona Wisata Air di Kebumen

Dia menyebut, tanaman yang cocok untuk menampung air adalah jenis tanaman buah maupun tanaman berbatang keras. “Contoh, di Ungaran itu ada Danau Rawapening, walau kemarau panjang tetap ada air. Karena hutan kanan kiri itu hutan tanaman berbuah. Itu terbukti,” lanjutnya.

Ikhsan pun mengajak kepada pemerintah melalui instansi lintas sektoral untuk bersama memikirkan upaya jangka panjang. Dengan harapan potensi kekeringan tidak selalu menjadi ancaman setiap tahun. “Bicara kekeringan itu tidak dibatasi teritorial. Waduk Wadaslintang itu untuk mencukupi Wonosobo dan Purworejo juga. Jadi, mari duduk bareng,” pungkasnya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen hingga kini masih sibuk melakukan distribusi bantuan air bersih kepada masyarakat. BPBD mencatat, dampak kekeringan di Kebumen pada bulan September terus meluas.

Baca Juga: Waduk Sempor Tetap Jadi Primadona Wisata Air di Kebumen

Sedikitnya 111 tangki atau 539 ribu liter bantuan air bersih telah terdistribusi ke daerah kekeringan. Bantuan tersebut dikirim ke 28 desa yang tersebar di 10 kecamatan. Mencakup 24.327 jiwa atau 6.581 kepala keluarga. “Benar permintaan semakin banyak. Tapi kalau lihat ketersediaan dan prediksi hujan dari BMKG itu (bantuan) cukup,” jelas Kepala Pelaksana BPBD Kebumen Haryono Wahyudi. (fid/pra)

Lainnya

Exit mobile version