RADAR MAGELANG – Potensi gempa megatrush mencapai 8,7 magnitudo diperkirakan dapat terjadi di wilayah Kebumen. Hal ini diungkap Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, saat membuka Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami di Balai Desa Tambakmulya, Puring Kebumen, Sabtu (30/9).
Ia menegaskan, gempa megatrush merupakan ancaman nyata, mengingat kawasan segmen subdiksi lempeng selatan Jawa masih terus aktif. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar terus membangun kesiapan sejak dini sebelum menghadapi kemungkinan terburuk terjadi. “Kebumen sudah dihitung, guncangan gempa bisa mencapai 7-8 magnitudo. Kalau rumah itu sudah rusak, roboh, porak-poranda,” ungkapnya.
Mantan rektor UGM itu menjelaskan, ancaman gempa megatrush di Kebumen bersifat destruktif atau merusak. Kekuatan gempa juga dapat memicu gelombang besar atau tsunami karena besaran gempa sudah melebihi ambang batas, yakni 7,0 magnitudo. “Tidak untuk menakuti, Indonesia semua seperti itu. Mau pindah ke Cilacap, Jogja atau Sumatera sama aja,” tandasnya.
Baca Juga: Berwisata ke Agrowisata Embung Cangkring di Kebumen
Tsunami, kata Dwi, diprediksi akan datang begitu cepat dengan ketinggian 18 meter. Masyarakat hanya memiliki waktu efektif 38-46 menit untuk proses evakuasi menuju zona aman. “Tsunami akan datang, ini bukan ramalan. Apakah pasti, ya itu hanya prediksi,” jelasnya.
Ia mengingatkan, sejauh ini tidak ada yang pernah tahu kapan gempa akan terjadi. Begitu pun perihal kekuatan gempa, tidak ada seorang pakar atau alat teknologi yang mampu memprediksi. BMKG, lanjut ia, sudah lima tahun terakhir menjalin kejasama dengan Jepang dalam merumuskan metodologi khusus peringatan dini gempa dan tsunami. “Kadang cocok tapi meleset. Jadi akurasi masih sekitar 60 persen. Jadi belum bisa diumumkan ke publik karena akurasi belum lebih 90 persen,” bebernya.
Ia mengatakan, Indonesia perlu belajar banyak dari Jepang. Sebab, ketika tsumami dahsyat menerjang pada 1995, Jepang mampu mereduksi risiko tsunami utamanya meminimalisir jumlah korban.
Menurut Dwi, masyarakat perlu dilatih kesiapsiagaan bencana gempa atau tsunami. Perlakuan ini menjadi kunci mengurangi dampak resiko yang ditimbulkan dari bencana. “Ada 96 persen masyarakat Jepang ketika tsunami mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Atau diselamatkan keluarga atau tetangga. Bukan dari tim SAR,” ujarnya.
Baca Juga: Perceraian Di Kebumen Tinggi, Dominasi Faktor Ekonomi dan Pertengkaran
Kepala BPBD Kebumen Haryono Wahyudi menyampaikan, sejauh ini Pemkab Kebumen telah memetakan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami. Perangkat keselamatan juga telah disiapkan, meliputi pemasangan tanda jalur dan rambu evakusi rambu evakuasi. Selain itu, membentuk desa tanggap bencana serta menggelar pelatihan dan edukasi secara berkala. “Pelatihan sering kami lakukan. Terutama khusus wilayah pesisir dalam rangka membangun kapasitas dan kesiapsiagaan,” terangnya. (fid/pra)