Neutron Yogyakarta

Pak Bon dan Tukang Sayur Nyambi Jadi Pengantar Air

Pak Bon dan Tukang Sayur Nyambi Jadi Pengantar Air
BERKELILING: Agus Ompong, penjual air keliling di wilayah Kecamatan Tegalrejo ini kerap berkeliling menjajakan air yang diambil dari sumber mata air Macanan, Banyusari.Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Kisah Agus dan Ari, Manfaatkan Sumber Mata Air, Raup Cuan dari Kekeringan Akibat kemarau berkepanjangan, banyak warga yang kesulitan mendapat air bersih untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Momentum itu dimanfaatkan oleh beberapa orang. Termasuk Agus Ompong dan Dwi Ari Cahyono. Seperti apa kesehariannya?

NAILA NIHAYAH, Mungkid

Saat musim kemarau tiba, kekeringan menjadi momok.
Sebagian besar warga yang terdampak kekeringan, lebih mengandalkan bantuan dari pemerintah setempat, stakeholder, maupun relawan. Namun, beberapa di antaranya rela merogoh kocek untuk membeli air bersih. Asal kebutuhannya terpenuhi, meski harus lebih berhemat lagi.

Baca Juga: SMK Ma’arif Kota Mungkid Punya NU Roaster

Momentum di balik bencana kekeringan ini dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk meraup cuan. Termasuk dua laki-laki asal Kecamatan Tegalrejo, Agus Sulistiyono, 32 dan Dwi Ari Cahyono, 28. Mereka rela berkeliling menjajakan air bersih dari desa ke desa. Meski harus bolak-balik untuk mengangkut air bersih dari mata air Macanan, Banyusari, Tegalrejo.

Agus Sulistiyono atau yang akrab disapa Agus Ompong ini sudah menjual air bersih selama tiga tahun belakangan ini. Dengan kendaraan roda dua dengan merek Honda Astrea ini, ia berkeliling desa di Tegalrejo. Untuk memudahkannya membawa jeriken, motor itu dilengkapi dengan keranjang di sisi kanan dan kiri.

Meski motornya sudah termakan usia, tapi kekuatannya tidak perlu diragukan lagi. Motor itulah yang digunakan Agus Ompong untuk mengangkut jeriken air. Untuk menambah kesan unik, bagian belakang motornya diberi tulisan ‘‘PT Ketigo Dowo Banyu Balap’. Pun dilengkapi dengan nomor WhatsApp-nya. Agar warga bisa menghubunginya jika membutuhkan air bersih.

Baca Juga: Batalkan Peringatan HUT Kota Mungkid

Dalam sekali angkut, ia bisa membawa hingga lima jeriken. Satu jeriken, dihargai Rp 2 ribu. Harga yang cukup sebanding dengan usahanya untuk bolak-balik mengambil air. “Musim kemarau ini ya repot, kewalahan (layani pembeli),” ujar Agus saat ditemui.

Ia sudah melakoni kegiatan itu sejak tiga tahun belakangan ini. Baik musim kemarau maupun penghujan pun, warga kerap menghubunginya. Untuk membeli air bersih. Dalam sehari, rata-rata ia bolak-balik sebanyak 12-14 kali.

Agus mengaku, semula hanya mengambil air untuk mencukupi kebutuhan di rumahnya. Tapi, dalam perjalanan, dia justru dicegat pemilik warung untuk mengantarkan air. Tanpa berpikir panjang, dia pun menyanggupinya. Lambat laun, banyak warga yang menginginkan hal serupa.

Untuk pengambilan air di mata air Macanan, kata dia, gratis tanpa dipungut biaya. Sebetulnya, Agus sehari-hari bekerja sebagai ‘Pak Bon’ atau tukang kebun di salah satu SD di desanya. Setelah tugasnya selesai, sekitar pukul 08.30, ia mulai mengangkut air dan didistribusikan ke pelanggannya.

Baca Juga: Gelar Festival Kuliner Dalam Rangka HUT Ke 33 Kota Mungkid

Dengan kemampuannya yang terbatas itu, ia kerap menolak jika ada permintaan air bersih. “Kalau nganter air, nggak mesti (berapa kali), rata-rata 12-14 kali jalan. Sekali jalan, dapatnya Rp 10 ribu. Selasa kemarin, sampai Magrib 22 kali jalan karena banyak pesanan,” terangnya.

Hal serupa juga dialami oleh Dwi Ari Cahyono. Dwi sudah berjualan air bersih sejak 2016. Namun, ia tidak setiap hari berjualan air. Hanya saat musim kemarau tiba. Dwi yang kesehariannya sebagai penjual sayur keliling, terpaksa menghentikan pekerjaan itu terlebih dahulu.

Saat musim kemarau tiba, tepatnya sekitar empat bulan yang lalu, ia saban hari berjualan air keliling menggunakan mobil pikap. Yang dilengkapi dua tangki dengan kapasitas 1.000 liter. “Tahun ini sudah empat bulan (berjalan). Tapi banyak-banyaknya permintaan mulai September,” kata Dwi.

Baca Juga: Nuansa Jawa Warnai Puncak HUT ke-32 Kota Mungkid

Bahkan, keuntungan dari menjual air keliling itu, bisa dikatakan lebih menjanjikan. Untuk harganya, tergantung jarak tempuh. Ketika mengirim ke daerah Pakis, harganya Rp 150 ribu sekali jalan. Sedangkan untuk ke Secang Rp 200 ribu. Rata-rata, dia bisa bolak-balik mengambil air sebanyak 19 kali.

Dia menuturkan, untuk sekali mengambil air memakai mobil ada semacam uang tip sebesar Rp 10 ribu dalam sekali angkut. Bahkan, ia pun pernah mengambil air sampai 24 kali karena saking banyaknya permintaan dari warga. Saat itu, ia berangkat dari pukul 06.00 hingga 23.00. (pra)

Lainnya

Exit mobile version