RADAR MAGELANG – Bagi warga Dusun Butuh, Candirejo, Borobudur air bersih merupakan barang yang mahal. Apalagi di saat kemarau seperti ini. Warga harus jalan kaki dua kilometer. Melalui jalan yang terjal. Pernah dibuatkan sumur bor oleh Pemkab Magelang. Tapi gagal total. Kenapa?
Usai salat Subuh jadi awal aktivitas harian Haryono. Warga Dusun Butuh, Candirejo, Borobudur itu bersiap berjalan kaki hingga dua kilometer di sumber mata air Sungai Jeblok.
Di sungai itu, ada penampungan air dengan tandon berukuran cukup besar. Di sana, air dialirkan ke bak kecil agar bisa diambil warga. Setiap hari, sungai itu tidak pernah sepi, entah pagi siang atau malam. Bukan perkara mudah. Itu karena untuk sampai ke sungai itu, warga harus turun melewati jalan yang cukup terjal.
Warga biasanya membawa jeriken berukuran 22 liter untuk mengangkut air. Di penampungan itu, air yang mengalir pun terbilang kecil. Sehingga warga harus bersabar dan mengantre. Setelah terisi penuh, mereka pun harus mengangkut jeriken itu kembali ke jalan utama.
Air yang diangkut Haryono saban hari itu biasanya dipakai untuk keperluan minum, masak, dan mandi keluarganya. Total ada empat orang. Dalam sehari selama musim kemarau, Haryono bisa sampai tiga kali bolak-balik dari rumah ke sungai untuk mendapat air bersih.
Jika dihitung, Haryono dan warga Butuh sudah empat atau lima bulan harus mengandalkan sumber mata air di Sungai Jeblok. “Biasanya pagi-pagi setelah salat Subuh saya mulai ambil air, kemudian siang setelah pulang dari kebun, terus sore buat stok besoknya,” kata dia.
Kepala Dusun Butuh Said mengatakan, sekitar 2017 lalu, warganya pernah membuat sumur bor dengan kedalaman 124 meter. Tujuannya untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau. Adapun sumber dananya berasal dari Pemkab Magelang.
Hanya saja, upaya itu tidak membuahkan hasil sama sekali. Alih-alih berfungsi dengan baik, sumur itu justru tidak bisa dimanfaatkan warga. Karena tidak mengeluarkan air meski saat musim hujan tiba. “Sumur bor itu tidak bisa digunakan, baik di musim kemarau atau saat penghujan,” kata Said.
Padahal setiap musim kemarau tiba, 74 kepala keluarga di Dusun Butuh hanya mengandalkan pasokan air yang dikirim oleh BPBD maupun relawan. Dusun Butuh, Candirejo, Borobudur adalah daerah yang paling mengalami kekeringan parah. Sebab, medannya cukup sulit dan tidak mudah untuk dilalui truk tangki air.
Sejak Agustus hingga September 2023, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang telah mendistribusikan sebanyak 1,103 juta liter air bersih. Sasarannya adalah 35 desa di sepuluh kecamatan di Magelang yang terdampak kekeringan selama musim kemarau ini.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan dan Logistik, BPBD Kabupaten Magelang MHD Muzamil mengatakan, dari 1,103 juta liter air bersih itu, 77 persen bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sementara 23 persen lainnya berasal dari bantuan komunitas maupun relawan.
Rencananya, bantuan untuk memenuhi kebutuhan bantuan air bersih ini, akan didiatribusikan hingga November atau Desember 2023. Dia menyebut, sepuluh kecamatan itu antara lain Kecamatan Borobudur, Pakis, Tempuran, Salaman, Mertoyudan, dan Grabag.
Sisanya merupakan kecamatan yang sebelumnya belum pernah mengajukan bantuan. Seperti Secang, Ngablak, Sawangan, dan Tegalrejo. “Tahun ini distribusi air bersih naik sekitar 35 persen dibandingkan tahun 2022,” ujarnya. (aya/pra)