Neutron Yogyakarta

Tak Dilibatkan, Warga Tolak Raperpres

Tak Dilibatkan, Warga Tolak Raperpres
GELAR AKSI: Warga melakukan aksi soal penolakan Raperpres soal tata kelola kawasan Borobudur, Sabtu (7/10). (ISTIMEWA)

RADAR MAGELANG – Sejumlah warga Borobudur menolak rancangan peraturan presiden (raperpres) soal tata kelola kawasan Borobudur. Sebab, pemerintah berencana memberlakukan single destination management organization atau entitas tunggal untuk mengelola kawasan Borobudur. Hanya saja, warga merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan aturan itu.

Mereka pun menggelar aksi kebangkitan peradaban Borobudur. Aksi ini dimulai dari halaman Balai Desa Borobudur dan berjalan kaki menuju kantor Kecamatan Borobudur. Pada Sabtu (7/10), dilaksanakan uji konsultasi publik raperpres tentang tata kelola kawasan Borobudur. Konsultasi uji publik ini difasilitasi Kemenko Marves.

Mereka membawa sejumlah poster dan spanduk. Seperti adanya spanduk bertuliskan ‘UNESCO Help Us, Kami Menolak Raperspres Tata Kelola Kawasan Borobudur’ dan poster lainnya. Dalam aksi ini, mereka kompak mengenakan pakaian adat Jawa sebagai bentuk melestarikan budaya.

Ketua Lembaga Adat Desa Borobudur Jack Priyono menuturkan, dalam uji konsultasi publik raperpres ini mengundang sejumlah tokoh masyarakat adat, kepala desa, pemerintah daerah, maupun lainnya. Untuk itu, warga Borobudur menyampaikan aspirasi dan keinginannya agar dilibatkan dalam pengelolaan tata kelola kawasan Borobudur.

Warga Borobudur menghendaki ada keterwakilan mereka dalam penyusunan raperpres. Mengingat warga lah yang mengetahui seluk-beluk kawasan Candi Borobudur. “Jujur saja, kami kaget dengan hasil raperpres yang dikirimkan. Karena sebenarnya sudah ada riset dari BRIN, tapi keluarnya (raperspres) kok berbeda. Ini kami agak kecewa,” katanya di sela aksi, Sabtu (7/10).

Jack menambahkan, warga ingin kearifan lokal diperhitungkan. Menurutnya, kearifan lokal ini perlahan mulai hilang karena justru pembahasan utama adalah soal cagar budaya. Dengan melibatkan kearifan lokal, diharapkan terciptanya daerah penyangga kebudayaan. Tidak hanya sekadar taman wisata, tapi taman budaya.

Dengan demikian, kata dia, warga bisa nguri-uri atau melestarikan kebudayaan di sekitarnya. Termasuk kebudayan pertanian, mata air, tradisi, sosial sistem, adat istiadat, dan sebagainya. Sehingga taman budaya ini menjadi refleksi dari Borobudur dan menjadi generator ekonomi.

Untuk itu, tamu yang datang, tidak hanya ke Candi Borobudur, tapi menyebar di kawasannya. “Kami melihat generator ekonomi, adat istiadat, mata air, serta kehidupan lokal yang apa adanya. Jadi, dengan cara-cara ini justru membuat daya tarik Borobudur sendiri,” katanya.

Selain itu, warga ingin rambu-rambu dari UNESCO juga diperhitungkan. Lantaran Candi Borobudur merupakan satu cagar budaya dan warisan budaya dunia yang senantiasa dilestarikan. Sehingga warga bisa terlibat secara aktif. Karena selama ini, mereka merasa hanya dijadikan sebagai objek.

Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Marves Rustam Efendi mengatakan, selama tiga hari ini, dia sengaja datang di Borobudur untuk melakukan konsultasi publik. Utamanya soal raperpres tentang tata kelola kawasan Borobudur.

Dia pun bakal menampung aspirasi dan masukan dari warga Borobudur. Selanjutnya, bakal didiskusikan dan dirumuskan lebih dalam. Sehingga rancangan perspres ini nantinya dapat mewakili seluruh stakeholder. Hal itu selaras dengan keinginan warga yang ingin dilibatkan dalam tata kelola kawasan Borobudur. Sebelum dilaksanakan konsultasi publik, lanjut dia, sudah ada pembahasan di tingkat kementerian dan Presiden. “Kami akan berupaya agar raperpres itu selesai diajukan ke Presiden pada November dan harapannya bisa diberlakukan pada 2024,” harapnya.

Rustam menambahkan, sesuai arahan Presiden, entitas tunggal pengelolaan kawasan Borobudur harus dilakukan. Ke depan, jika entitas tunggal ini diberlakukan, harapannya dapat mendorong tata kelola dan pengembangan pariwiaata di Borobudur. (aya/pra)

Lainnya