Pakar Disiplin Ilmu Bahas Kelestarian Candi Borobudur, Pastikan Setiap Aspek Ditangani Cermat dan Komprehensif
• Dibaca 2 menit
RADAR MAGELANG – Pembahasan soal kelestarian Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tidak hanya ditinjau dari aspek arkeologi.
Sebab, keanekaragaman tantangan yang dihadapi dalam upaya pelestarian Candi Borobudur membutuhkan pendekatan multidimensional. Itu dengan melibatkan para pakar lintas disiplin ilmu.
Para pakar tersebut bertemu pada gelaran The 8th International Experts Meeting on Borobudur 2023. Pertemuan itu dirasa penting karena paradigma disiplin ilmu terus berubah.
“Harus ada komitmen bersama agar kelestariannya tetap berlanjut,” terang Direktur Perlindungan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Judi Wahjudin, Senin malam (23/10).
Kegiatan International Experts Meeting on Borobudur ini merupakan pertemuan para ahli disiplin ilmu internasional yang membahas soal pelestarian Candi Borobudur.
Pertemuan tersebut digelar rutin saban lima tahun sekali. Kali ini, menjadi pertemuan kedelapan dengan peserta yang berasal dari Indonesia, Prancis, Thailand, Italia, hingga Jepang.
Dia menegaskan, upaya pelestarian Candi Borobudur tidak hanya memerlukan peran para arkeolog saja. Tetapi, juga ahli lingkungan, insinyur, struktural, pakar konservasi, sosial budaya, dan disiplin ilmu lainnya.
Dengan begitu, mereka dapat bekerja sama menggali wawasan dari berbagai perspektif untuk solusi menyeluruh.
Menurutnya, sinergi antardisiplin ilmu bisa mewujudkan strategi konservasi yang lebih holistik. Mencakup aspek fisik, bangunan, dampak lingkungan, dinamika sosial dan faktor lainnya.
“Misalnya teknologi modern dari ilmu rekayasa bisa dipadukan dengan metode tradisional dan wawasan ekologis untuk menghasilkan solusi konservasi yang inovatif dan berkelanjutan,” katanya.
Penelitian lintas disiplin juga bisa menciptakan model baru dalam pelestarian dan inisiatif. Seperti pengembangan aplikasi digital untuk dokumentasi dan simulasi. Selain itu juga soal implementasi metode noninfasif dalam pengamatan dan konservasi.
Dia menyebut, pertemuan ini sekaligus untuk memastikan setiap aspek Candi Borobudur mulai dari sejarah, material, hingga pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan ditangani dengan cermat serta komprehensif.
Kemudian, dampak sosiokultural dari pelestarian Candi Borobudur juga berkaitan erat dengan model pemanfaatannya. Termasuk, kunjungan berlebihan di atas candi dapat berdampak negatif terhadap struktur fisik dan nilai estetika candi.
Lantaran berkaitan dengan pendekatan investasi yang holistik. Terlebih, nilai candi tidak hanya material, tetapi juga sosial, budaya, dan spiritual.
Selain itu, Kemendikbudristek juga mendorong pelibatan masyarakat maupun komunitas lokal dalam pelestarian candi. Seperti kegiatan bersih-bersih candi dan penelitian ringan di kompleks candi.
Pelibatan ini merupakan faktor kunci untuk memastikan keberlanjutan dan keberadaannya yang lestari.
Konsep ini, kata Judi, bukan semata-mata berbasis pada pengawasan ketat dan pembatasan akses. Tetapi justru menggalang kepedulian dan partisipasi aktif dari masyarakat.
Hal ini berangkat dari prenis bahwa mendekatkan candi pada masyarakat akan mengakar lebih dalam rasa memiliki dan kepedulian terhadap candi.
Sementara itu, Subkoordinator Warisan Dunia Borobudur dan Cagar Budaya (MCB) Wiwit Kasiyati menuturkan, rangkaian International Experts Meeting on Borobudur ini melibatkan masyarakat setempat.
“Konsep pelibatan masyarakat sebetulnya sudah ada. Cuma semakin ke sini semakin melibatkan karena potensi masyarakat itu luar biasa,” sebutnya.
Adapun rangkaian The 8th International Experts Meeting on Borobudur 2023 ini, MCB menggelar bazar produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di kawasan Candi Borobudur.
Gelaran yang bertajuk Peken Vyapara Citrawilapaitu iti digelar di Taman Aksobya di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur pada 23-25 Oktober 2023. (aya/amd)