Neutron Yogyakarta

Ternyata Kain Motif Hewan Tidak Boleh dipakai saat Akad Nikah

Ternyata Kain Motif Hewan Tidak Boleh dipakai saat Akad Nikah
sumber foto : parapuan.co

RADAR MAGELANG – Ijab merupakan inti utama dalam rangkaian perhelatan pernikahan. Ijab merupakan tata cara keagamaan.

Sementara, rangkaian acara yang lain merupakan tradisi dalam kebudayaan Jawa. Setiap orang yang melaksanakan ijab tidak akan berbeda dalam hal syarat dan rukunnya.

Ijab kabul ini merupakan prosesi keagamaan dalam agama Islam. Akad Nikah atau Masyarakat jawa mengenalnya dengan ijab Kabul adalah inti dari acara pernikahan yang bersifat sakral.

Kesakralan tersebut terjadi karena sumpah janji suci untuk bersama yang terucap dari mulut pengantin yang disaksikan oleh alam semesta yang direstui oleh para tamu undangan.

Melihat kesakralan tersebut membuat moment Ijab Kabul menjadi sebuah moment yang tidak dapat sembarangan dalam persiapan baik persiapan lahir maupun batin.

Baca Juga: Sering Kumpul di Rumah Kosong, Sekelompok Remaja Digerebek Petugas Polsek Jetis

Salah satunya persiapan lahir mengenai busana yang akan digunakan oleh kedua pengantin. Pakaian menjadi sesuatu hal yang penting karena “ajining diri gumantung ing lathi ajining raga marang busana” hal ini menandakan bahwa Pernyataan “ajining diri gumantung ing lathi ajining raga marang busana” merupakan ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki makna filosofis.

Pernyataan ini dapat diartikan sebagai berikut:

“Ajining diri gumantung ing lathi” berarti “hakikat diri terletak pada dalam hati.”

Ini menggambarkan bahwa inti atau hakikat seseorang terletak dalam hati dan batin mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa karakter dan moral seseorang lebih penting daripada penampilan fisik atau busana yang dikenakan.

“Ajining raga marang busana” berarti “penampilan fisik berhubungan dengan busana”.

Baca Juga: Ragam Cabai: Urutan Cabai Dari Paling Ringan Hingga Terpedas Diseluruh Dunia

Ini mengingatkan bahwa penampilan fisik seseorang, termasuk cara mereka berpakaian, adalah hal yang bisa dilihat oleh orang lain.

Namun, penampilan fisik hanya merupakan aspek luar dari seseorang dan tidak mencerminkan sepenuhnya siapa mereka sebenarnya.

Secara keseluruhan, pernyataan ini menekankan pentingnya nilai internal dan moral seseorang (hati dan batin) dibandingkan dengan penampilan fisik atau busana yang dikenakan.

Ini mengajak untuk fokus pada perkembangan diri, karakter, dan moralitas sebagai hal yang lebih berharga daripada penampilan fisik semata.

Ungkapan ini mencerminkan filosofi yang mendalam mengenai nilai-nilai dalam budaya Jawa.

Menrik di sini mengenai busana saat ijab Kobul adalah larangan menggunakan motif hewan saat prosesi akad.

Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah selama upacara akad nikah, pengantin pria tidak boleh menyandang keris (keris harus dicabut dari pinggang terlebih dahulu), kain-kain batik yang dipakai oleh kedua pengantin tidak boleh bermotif hewan, termasuk motif blangkon(udeng) yang dipakai oleh pengantin pria.

Setelah selesai ijab, mereka baru bisa melaksanakan upacara adat Jawa yang lain. Hal tersebut sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Nengahan, Bayat Klaten.

Baca Juga: Begini Tampang Pelaku yang Perkosa Anak Kandungnya, Gunakan Tongkat Pernah Alami Kecelakaan

Pengantin putra biasanya mengenakan busana batik motif kampuh bunga butak, menggunakan kulukan (tutup kepala kebesaran), dan Kampuh (kain selendang batik panjang), dan tidak diperbolehkan menggunakan kain atau ikat kepala yang bermotifkan binatang hidup.

Selain itu, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah tidak diperbolehkan mengenakan perhiasan. Hal ini termasuk juga ornamen di bagian keris yang tidak boleh terbuat dari bahan emas.

Pengantin wanita biasanya mengenakan busana mathak putih dan celana satin berwarna putih. Larangan menggunakan motif hewan tersebut tidak tanpa alasan.

Baca Juga: Minta Pihak Instagram Copot Akun Jual Baju Bekas Impor di Bandung. Teten Masduki Tegaskan Aturan Larangannya!

Hal ini dikarenakan terkait dengan etika, kesopanan dan kepantasan yang selalu dipegang teguh oleh Masyarakat Jawa pada setiap acaranya.

Larangan penggunaan kain bermotif hewan saat akad nikah adalah permasalahan yang lebih kultural dan tradisional daripada masalah hukum Islam yang mendasar.

Dalam Islam, tidak ada larangan khusus mengenai penggunaan motif hewan dalam pakaian atau perlengkapan pernikahan.

Oleh karena itu, alasan untuk larangan ini mungkin lebih terkait dengan norma-norma budaya dan tradisi lokal.

Beberapa alasan yang mungkin dikemukakan oleh beberapa ahli atau tokoh agama yang mempromosikan larangan tersebut adalah:

Baca Juga: Beda Dari Soto Lain, Soto Bumbung Yang Disajikan Dalam Mangkuk Bambug Bikin Panasnya Awet Tambah Nikmat

Kesopanan dan Eksklusivitas:

Beberapa orang mungkin percaya bahwa penggunaan motif hewan pada pakaian pernikahan tidak mencerminkan kesopanan dan kerendahan hati yang seharusnya ada dalam pernikahan.

Mereka mungkin berpandangan bahwa pakaian pernikahan haruslah sederhana, bersih, dan tidak mencolok agar menunjukkan eksklusivitas dan kekhidmatan acara tersebut.

Hukum adat:

Dalam beberapa budaya atau komunitas tertentu, penggunaan motif hewan dalam pernikahan diangap tidak pantas atau tidak sesuai dengan adat istiadat mereka. Oleh karena itu pengantin disarankan untuk menghindari motif-motif semacam itu agar menghormati tradisi local.

Makna Simbolis:

Baca Juga: Beda Dari Soto Lain, Soto Bumbung Yang Disajikan Dalam Mangkuk Bambug Bikin Panasnya Awet Tambah Nikmat

Beberapa orang mungkin memaknai motif hewan dalam konteks pernikahan sebagai tidak tepat karena hewan-hewan tersebut dapat dianggap sebagai simbol-simbol negatif, seperti keganasan, ketidaksetiaan, atau sifat-sifat yang tidak diinginkan dalam pernikahan.

Keselarasan dengan Nilai Agama:

Meskipun Islam sendiri tidak melarang penggunaan motif hewan dalam pernikahan, beberapa ahli agama atau tokoh agama mungkin menganggap bahwa motif tersebut tidak selaras dengan nilai-nilai Islam yang diharapkan dalam pernikahan, seperti kesetiaan, kejujuran, dan kasih sayang.

Penting untuk diingat bahwa pandangan ini bervariasi di seluruh dunia Muslim, dan pandangan tentang penggunaan motif hewan dalam akad nikah dapat berbeda-beda dalam berbagai budaya dan masyarakat.

Baca Juga: Begini Tampang Pelaku yang Perkosa Anak Kandungnya, Gunakan Tongkat Pernah Alami Kecelakaan

Sebaiknya, pengantin berkonsultasi dengan pemuka agama atau tokoh yang dihormati dalam komunitas mereka untuk mendapatkan panduan yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan mereka. (Adek Ridho Febriawan)

Lainnya

Exit mobile version