Neutron Yogyakarta

Bareskrim Ungkap Perdagangan Narkoba Jenis Happy Water dan Keripik Pisang di Yogyakarta

Bareskrim Ungkap Perdagangan Narkoba Jenis Happy Water dan Keripik Pisang di Yogyakarta
Pengungkapan Narkoba di Bantul oleh Bareskrim Polri Jumat (3/11/2023).GUNTUR AGA TIRTANA/RADAR JOGJA
RADAR MAGELANG – Bareskrim Polri menangkap komplotan pelaku yang memproduksi narkotika jenis happy water dan keripik pisang di di Dusun Pelem Kidul, Kalurahan Baturetno, Banguntapan, Bantul, Jumat (3/11/2023) pagi.
Ada lima pelaku yang diringkus pihak kepolisian terkait dengan aktivitas produksi narkoba jenis baru.
Kabareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada menjelaskan, terungkapnya kasus ini bermula dari kecurigaan polisi terkait perdagangan happy water dan keripik pisang secara online.
Sebab, keripik pisang dan happy water itu dijual dengan harga yang tak masuk akal. “Di situ juga dicantumkan harganya yang cukup tinggi. Keripik pisang kok harganya segitu dan itu sudah tidak masuk akal. Dengan itu kami curiga dan dilakukan tracing terhadap akun yang menjual tersebut,” katanya dalam konferensi pers, Jumat (3/11/2023).
Penggerebekan di Kabupaten Bantul ini dilakukan setelah pihaknya mengungkap peredaran narkoba di wilayah Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Di Depok, Bareskrim Polri menangkap tiga tersangka karena menjual keripik pisang melalui media sosial.
Tiga orang di Depok tersebut merupakan pemilik akun media sosial, pemegang rekening, dan penjual.
Bareskrim Polri kemudian menggerebek tempat produksi di wilayah Kaliangkrik, Magelang dan menangkap dua orang. Mereka merupakan produsen.
Penelusuran kemudian berlanjut di Kabupaten Bantul. Di Bantul, Bareskrim Polri membongkar rumah produksi di Kalurahan Potorono dan Kalurahan Baturetno, Banguntapan.
“Di Kabupaten Bantul kami mengamankan tiga orang sebagai produsen dan penjual,” ujar Komjen Wahyu.
Delapan orang yang ditangkap itu memiliki tugas dan peranannya masing-masing. Para tersangka itu berinisial MAP yang berperan sebagai pengelola media sosial, D pemegang rekening, dan AS sebagai kurir. Lalu BS, MRE, AR dan R sebagai pengolah. Sedangkan EH sebagai pengolah dan distributor.
Meski diproduksi di Jogja dan Magelang, semua hasil produksi tetap dikirim ke luar kota untuk dijual. Meski pelaku berpindah-pindah, Komjen Wahyu menegaskan polisi tetap akan melakukan pemantauan ketat.
Menurut Komjen Wahyu, barang-barang yang dijual itu mudah dicurigai lantaran harganya yang mahal.
Keripik pisang dengan berbagai kemasan (500 gram, 200 gram, 100 gram, dan 50 gram) dijual dengan harga mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 6 juta. Selain itu, pelaku juga menjual happy water seharga Rp 1,2 juta. “Barang bukti yang kami amankan ada 426 bungkus keripik pisang, 2.022 botol happy water, dan 10 kilogram bahan baku narkoba,” jelasnya.
Ia mengatakan, para tersangka menggunakan jenis narkoba yang sudah sering beredar di masyarakat. Hanya saja dalam prakteknya, tersangka menggunakan cara baru. Yakni dengan dicampur dalam makanan dan cairan perasa.
“Kalau jenis narkobanya bukan jenis baru, ada sabu sama amfetamin. Tapi cara produksinya saja yang sudah tidak konvensional, dicampur dengan makanan yaitu keripik pisang dan cairan perasa,” jelasnya.
Saat ini, polisi juga masih memburu empat orang lainnya yang sudah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Empat pelaku yang masuk DPO tersebut merupakan otak dari produksi narkoba kemasan baru ini.
Wakapolda DIJ Brigjen Raden Slamet Santoso menjelaskan, bahan pembuatan happy water dan keripik pisang terdiri dari beberapa bahan. Seperti sabu-sabu dan amfetamin.
Kombinasi kedua psikotropika ini memberikan sensasi meningkatkan mood, obat perangsang, dan efek bahagia. “Di Baturetno, rumah yang ditempati satu pelaku ini baru disewa sebulan terakhir. Pelaku memenuhi prosedur melaporkan diri namun memang dikenal tidak bersosialisasi selama tinggal di sini,” jelasnya.
Para tersangka dikenakan Pasal 114 Ayat (2) juncto maupun Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 berupa pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun. Serta denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp10 miliar.(tyo/bah)

Lainnya