Neutron Yogyakarta

Kisah Supriyati Pemilik Rumah yang Dikontrak Pengedar Narkoba: Cicipi Keripik Pisang, Anaknya Mengeluh Pusing

Kisah Supriyati Pemilik Rumah yang Dikontrak Pengedar Narkoba: Cicipi Keripik Pisang, Anaknya Mengeluh Pusing
JADI KORBAN: Pemilik rumah Supriyati saat menunjukkan kemasan keripik pisang narkotika. Dia bersama suami dan anaknya sempat mencicipi keripik tersebut. (Naila Nihayah/Radar Jogja)

RADAR MAGELANG – Magelang menjadi satu lokasi yang digunakan sindikat pengedar narkoba dengan modus baru. Dua pelakunya memproduksi keripik pisang narkotika di sebuah rumah kontrakan.

Tepatnya, Dusun Temanggal 1, Desa Bumirejo, Kaliangkrik. Tapi, kepada pemilik rumah dan ketua RT setempat, keduanya mengaku hendak membuka gerai atau konter HP.

Tanpa menaruh curiga, pemilik rumah menyetujuinya dan melaporkan hal itu kepada ketua RT. Sebagai bentuk perkenalan, pemilik rumah sempat diberi beberapa kemasan keripik pisang.

Dengan merek Keripik Pisang Lumer. Namun, saat pagi hari, sang anak mengeluh pusing usai memakan keripik tersebut.

Baca Juga: Apresiasi Pengungkapan Sindikat Pengedar Narkoba di DIY, HB X: Adanya Jaga Warga Sebagai Filtering yang Baik

Pemilik rumah Supriyati mengatakan, kedua pelaku baru menempati rumah itu selama lima hari. Tapi, pembayarannya sudah lunas sejak Agustus. Namun, bukan kedua pelaku yang mendatangi dan melunasi uang kontrakan itu, melainkan orang ketiga.

Saat itu, Supriyati bercerita, ada seorang laki-laki warga Girirejo, Kaliangkrik yang mendatangi dirinya. Sebab melihat rumahnya yang kosong.

“Dia tanya, ‘Bu, kayaknya rumahe kosong. Saya kontrak, boleh?’. Saya pun tanya untuk apa. Terus katanya mau buat konter HP,” jelasnya saat ditemui, Jumat (3/11).

Tanpa berpikir panjang, dia pun memperbolehkannya. Lantaran rumah itu sudah tidak digunakan dan menganggur.

Baca Juga: Bercat Kuning dengan Pintu Putih, Rumah Produksi Keripik Pisang Narkotika di Magelang Statusnya Ngontrak

Laki-laki yang mendatanginya itu pun segera membayar lunas kontrakan selama satu tahun sebesar Rp 2,5 juta. Tanpa adanya tawar-menawar.

Supriyati juga menawarkan untuk memperbaiki genting yang rusak. Dia bersama suaminya lantas memindah beberapa genting tersebut.

“Saya itu kan orang desa, jadi tak pinjami kompor sama gas kalau mau masak mi. Kasihan kalau harus beli-beli (makanan),” bebernya.

Sementara rumah kontrakan berukuran 9 x 7 meter itu letaknya persis di samping rumah Supriyati. Meski begitu, dia tidak mengetahui persis aktivitas mereka.

Keduanya juga tidak bertandang ke rumahnya. Saat memberikan kartu tanda penduduk (KTP) pun, sang suami lah yang menghampiri mereka di rumah kontrakan itu.

Waktu itu, lanjut dia, belum ada perabotan pendukung untuk membuka konter HP. “Saya nggak tahu aktivitasnya apa. Pintu sampingnya dibuka, tapi pintu depan dibiarin tutup. Pas ditanya sama suami soal etalase, mereka jawabnya, ” Sebentar, Pak, masih nunggu-nunggu‘, gitu,” sebutnya.

Sang suami pun diberi beberapa bungkus keripik pisang rasa cokelat. Supriyati menyebut, rasa keripik itu cukup enak. Suami dan anaknya merasakan hal yang sama.

Baca Juga: Bareskrim Ungkap Perdagangan Narkoba Jenis Happy Water dan Keripik Pisang di Yogyakarta

Namun, keesokan harinya, sang anak merasakan pusing. Supriyati tidak berpikir bahwa penyebabnya adalah keripik pisang tersebut.

Dia pun mengaku kaget lantaran didatangi polisi dan mengerebek dua penghuni kontrakannya. Saat penggerebekan, dia sama suaminya tengah berduka di rumah orang tuanya. Namun, dia turut dimintai keterangan oleh polisi. Terutama soal dua penghuni kontrakannya itu.

Supriyati juga ditanya soal keripik pisang itu. “Ditanya sama pak polisi, ‘Ibu tahu ini snack apa?’. Saya bilangnya, ‘Ndak tahu, pokoknya enak’. Terus dikasih lihat bungkusan kecil bentuknya pecahan kaca lembut tapi agak putih. Abis itu bapak polisinya bilang, ‘Ini narkotika, bisa mematikan’, begitu,” ungkapnya. (aya/amd)

Lainnya

Exit mobile version