RADAR MAGELANG – Mengidap polio sejak usia 3,5 tahun tidak membuat warga Dusun Karangjati, Wringinputih, Borobudur, ini menyerah. Darmanto namanya. Dengan segala keterbatasannya, tidak menyurutkan semangat Darmanto untuk membuka bengkel las dan membuat motor roda tiga.
NAILA NIHAYAH, Mungkid
Jalan hidup seseorang tidak bisa ditebak. Pun tak bisa dipilih. Seperti apa dan bagaimana nantinya menjalani hidup. Darmanto contohnya. Saat lahir dia normal. Tapi menginjak usia 3,5 tahun, dirinya harus mengidap polio. Kenyataan itu membuatnya harus berlapang dada. Menerima segala risiko dari keterbatasannya.
Bahkan saat masih kanak-kanak hingga remaja, ia belum bisa menerima segala keterbatasannya. Hanya saja setelah beranjak remaja, ia baru sadar bahwa Darmanto setidaknya harus bisa akrab dan bersosialisasi dengan teman-teman lainnya.
Baca Juga: SMK Ma’arif Kota Mungkid Punya NU Roaster
Kendati begitu, ia tetap melanjutkan hidupnya. Sebab prinsipnya, dia tidak mau menggantungkan hidupnya dengan orang lain. Dia harus bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri. Dari situlah, Darmanto berusaha lebih keras dalam menjalani hidup.
Hingga suatu saat ia memiliki ide untuk membuat bengkel las dan pembuatan motor roda tiga. Guna memfasilitasi para penyandang disabilitas agar mempunyai kendaraan yang lebih mudah.
Awalnya dia gagal membuat motor roda tiga sesuai keinginannya. Namun setelah dia membeli mesin las, Darmanto bisa membuat sesuai dengan keinginannya. Sepeda motor bermerek Yamaha 75 itu disulap menjadi kendaraan roda tiga. Motor yang dibeli dari hasil menabung.
Baca Juga: Batalkan Peringatan HUT Kota Mungkid
“Saya buat sendiri untuk usaha. Saya jualan bibit tanaman, cobek batu, dan sayuran sampai Jogja hingga Kulon Progo,” ujarnya saat ditemui Radar Jogja baru-baru ini.
Melihat desain motor milik Darmanto, teman lain sesama disabilitas tertarik untuk membuat motor serupa. Dia pun tergerak membantu mereka. Sejak 2000 hingga sekarang, sudah lebih dari 90 unit motor roda tiga yang dibuat. Bahkan pelanggannya dari luar daerah seperti Jogja, Magelang, Jambi, hingga Sulawesi.
Produk buatannya ini, lanjut dia, dipatok mulai Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta. Namun tergantung kemampuan si pemesan. Tergolong murah untuk harga yang ditentukan. Bahkan ada beberapa pelanggannya yang memakai sistem cicil. Itu pun harganya disamakan.
Sebetulnya, harga itu sudah menutup cost pembuatan, belanja bahan baku, hingga operasional lain. Dia pun tidak mengambil untung terlalu banyak. Pembuatannya tergolong sangat sederhana. Yang terpenting kuat dan nyaman dipakai. Sebab niatnya membantu sesama disabilitas. Bisa memudahkan aksesibilitas sesamanya.
Baca Juga: Rivo Medellu Jabat Kajari Mungkid
Bapak empat anak ini membuat sepeda motor roda tiga sesuai dengan pesanan. Lantaran jika membuatnya terlebih dahulu, belum tentu laku. Selain itu, jenis dan tipe motornya pun berbeda-beda. “Jadi saya bikin sesuai apa yang diminta. Kita sesuaikan dan sepakat di depan. Takutnya kalau kurang sesuai, malah jadi dua kali kerja,” sebutnya.
Di bengkel las Ngudi Rejeki, dia dibantu tiga orang dan kondisinya tidak seperti Darmanto. Sebab untuk tenaga las, terutama produksinya dibutuhkan orang yang bisa memanjat dan mengangkat beban berat. Tak hanya motor beroda tiga, Damanto juga melayani pembuatan alat-alat rumah tangga.
Di sisi lain, memang belum ada teman disabilitasnya yang berminat menekuni pekerjaan tersebut. Pria 48 tahun ini, berkeinginan agar para disabilitas berkreasi, inovasi, dan kreatifitas. Karena semua orang masih membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarga masing-masing. “Kita harus menciptakan lapangan kerja sendiri. Karena mereka tidak tahu kemampuannya seperti apa,” urainya.
Baca Juga: Gelar Festival Kuliner Dalam Rangka HUT Ke 33 Kota Mungkid
Meski memiliki keterbatasan, Darmanto memiliki prinsip tak mau menggantungkan hidup kepada orang lain. Sekalipun lulusan kejar Paket B, dia tetap semangat untuk bekerja. Dari pekerjaan itulah bisa menghidupi istri dan keempat anaknya. Darmanto terus mendukung anak-anaknya agar memiliki pendidikan yang tinggi.
“Alhamdulillah layaknya bisa sekolah sampai SLTA. Bahkan yang nomor dua S1 UNY. Anak saya jangan seperti saya. Dia punya hak untuk mencapai cita-cita. Saya punya kewajiban untuk mendorong mereka sesuai yang diinginkan,” paparnya.
Melihat anak-anaknya peduli terhadap pendidikan, Darmanto semakin giat bekerja. Meski omzet yang diterima, kadang naik-turun. Bahkan dalam satu bulan, ia tidak mendapatkan sepeser pun uang. Berbeka ketika banyak pesanan, omzetnya bisa mencapai Rp 6 juta hingga Rp 10 juta. Dia pun sudah bersyukur diberi rezeki yang tidak seberapa itu. Asalkan bisa mencukupi kebutuhan. (laz)