Neutron Yogyakarta

Petani Pilih Tunda Masa Tanam, Kemarau Berkepanjangan Ganggu Pertumbuhan Tanaman Cabai

Petani Pilih Tunda Masa Tanam, Kemarau Berkepanjangan Ganggu Pertumbuhan Tanaman Cabai
PANEN: Petani tengah memanen cabainya. Mereka memang dari warga Dusun Treko, Desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan yang bekerja dengan sistem gotong royong.Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Fenomena El Nino yang berpenjangan berdampak pada sektor pertanian. Sebagian besar petani memilih untuk menunda masa tanam. Sebab mereka cenderung kesulitan mendapatkan air untuk pengairan. Khususnya tanaman cabai. Hal itu berpengaruh terhadap luasan tanaman cabai yang berkurang dibanding periode sebelumnya.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Hortikultura, Dinas Pertanian dan Pangan (Distanpangan) Kabupaten Magelang Arifan Sasongko menyebut, sepanjang Januari hingga-September, luas tanaman cabai di wilayahnya mengalami penyusutan. Untuk cabai rawit luasnya sekitar 2.066 hektare (ha), cabai merah besar 82 ha, dan cabai keriting 1.443 ha.

Dia mengutarakan, berkurangnya luasan tanaman cabai ini dipengaruhi oleh fenomena El Nino. Padahal tanaman cabai membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan optimalnya. Jika ditanam pun, kualitasnya akan semakin berkurang. Selain itu, dapat memberikan pengaruh terhadap naiknya harga di tingkat petani.

Baca Juga: Harga Cabai Tembus Rp 80 Ribu Per Kg

Kondisi tersebut, kata dia, menyebabkan sebagian petani memilih untuk menunggu hujan agar penanaman cabai lebih optimal. “Mereka banyak yang melakukan penundaan penanaman (cabai). Sehingga terjadi penurunan luas pertanaman cabai di wilayah-wilayah yang kekurangan air,” katanya Selasa (7/11).

Selain kekeringan, kemarau panjang ini juga memicu serangan hama yang semakin meningkat. Kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan panen. Namun, hal itu dapat disiasati oleh petani dengan menerapkan budi daya yang baik. Dengan begitu, petani bisa meminimalisir terjadinya gagal panen ataupun kualitas tanaman yang kurang baik.

Arifan mencontohkan, petani dapat menggunakan benih yang berkualitas. Kemudian, pengolahan lahan dengan memperhatikan pH tanah, pemberian pupuk yang sesuai dengan masa tumbuh tanaman, hingga menjaga ketersediaan air. Serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT).

“Yaitu budi daya tanaman sehat, pelestarian dan pendayagunaan peran musuh alami, serta pemantauan lahan secara rutin,” bebernya.

Baca Juga: Gubernur HB X Minta TPID Cari Tahu Penyebab Kenaikan Harga Cabai, Ini Masalahnya Sistem Distribusi

Terlebih, musim kemarau ini membuat harga cabai cukup tinggi. Baik di tingkat petani maupun di pasaran. Harga cabai rawit merah di tingkat petani mencapai Rp62 ribu-Rp70 ribu per kilogram (kg). Tergantung kualitas cabai. Namun, saat harga tinggi, hasil panen cabai dari petani tidak maksimal karena tanaman cenderung kekurangan air.

Seorang Petani Dusun Tembang, Jambewangi, Pakis Mantep menyebut, saat ini harga cabai hasil panennya dibeli Rp65 ribu per kg oleh pedagang. Biasanya, cabainya hanya terjual Rp 30 ribu. Bahkan, harga cabai pernah anjlok, yakni Rp7 ribu per kg. “Tapi, harga juga pernah naik sampai Rp100 ribu beberapa tahun lalu,” ujarnya.

Saat ini, lanjut dia, cabai yang ditanam seluas satu ha. Usia tanamnya bervariasi karena tersebar di beberapa lokasi. Ada yang baru mulai ditanam dan ada juga yang sudah panen. Biaya tanamnya pun terbilang besar. Setiap 1.000 meter persegi atau 0,1 ha mencapai Rp 3 juta. Mulai dari mencangkul, membeli bibit, obat hama, hingga ongkos memetik cabai.

Baca Juga: Harga Melonjak 5 Kali Bikin Pedagang Sayur Mayur Dibuat Senam Jantung, Harga Cabai Tembus Rp 80 ribu Per Kilo

Dengan harga jual yang ada saat ini, dia merasa sangat menguntungkan petani. Hanya saja, hasil panen cabai tidak bisa maksimal. Penyebabnya, kemarau berkepanjangan mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga hasil panen kurang baik. “Harga saat ini menguntungkan petani. Harga cabai untuk bisa menutup biaya produksi adalah Rp30 ribu per kg,” tandasnya. (aya/eno)

Lainnya