Neutron Yogyakarta

Pemkot Magelang Naikkan Pajak Kos 10 Persen, Untuk Yang Miliki Fasilitas Lengkap Layaknya Hotel

Pemkot Magelang Naikkan Pajak Kos 10 Persen, Untuk Yang Miliki Fasilitas Lengkap Layaknya Hotel
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Magelang Susilowati.NAILA NIHAYAH/RADAR JOGJA

RADAR MAGELANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang akan menaikkan angka pajak jasa rumah kos dari semula 5 persen menjadi 10 persen. Alasannya, kos-kosan dianggap sebagai rumah pribadi yang difungsikan sebagai hotel. Ini berlakuk rumah kos yang memiliki fasilitas lengkap seperti kasur, lemari, kamar mandi, televisi, hingga pendingin ruangan (AC).

Namun, rencana ini menuai penolakan dari para pemilik kos. Dalam aturan sebelumnya, yakni UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), disebutkan kos-kosan yang memiliki lebih dari 10 kamar masuk ke dalam kategori hotel. Sehingga dikenakan pajak hotel.

Kemudian, ada aturan baru yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang telah diberlakukan mulai awal Januari ini. Harusnya pemberlakuan UU tersebut bisa dirasakan oleh pemilik rumah kos. Karena dibebaskan dari pengenaan pajak hotel oleh pemerintah daerah.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Magelang Susilowati mengutarakan, pengenaan pajak kos-kosan itu selaras dengan Perda Kota Magelang Nomor 12 Tahun 2023. Tentang pajak daerah dan retribusi daerah Kota Magelang, pajak barang dan jasa tertentu perhotelan (PBJT perhotelan) dan/atau tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel.

Sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022, pemkot membuat Perda Nomor 12 Tahun 2023 yang disesuaikan dengan PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah. Satu di antaranya mengatur PBJT perhotelan. Yang memuat villa, wisma, pesanggrahan, rumah penginapan atau guest house, glamping, dan tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel.

BPKAD sudah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada para wajib pajak. Mulai dari pajak hotel dan restoran, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak air tanah, pajak hiburan, serta pajak rumah yang difungsikan sebagai hotel. “Dari data sementara, ada sekitar 367 rumah kos di 17 kelurahan,” bebernya, kemarin (23/1).

Pendataan tersebut akan terus dilakukan seiring dengan pembangunan rumah kos baru. Terutama di kompleks kampus Universitas Tidar (Untidar). Namun, dia menjelaskan, pajak tersebut berlaku untuk rumah kos yang memiliki fasilitas lengkap layaknya hotel. Nantinya, BPKAD akan melakukan survei dan klasifikasi terhadap rumah kos dengan fasilitas lengkap itu.

Ketika rumah kos memiliki fasilitas lengkap, praktis akan diberikan nomor wajib pajak. Hal itu juga berlaku bagi pemilik kos yang hanya mempunyai dua kamar, tapi fasilitasnya lengkap. “Jangan sampai salah melakukan pendataan, kasihan,’’ tegasnya.

Susilowati tidak memungkiri, pajak kos-kosan menjadi salah satu potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang dimiliki pemkot. Meski nilainya terbilang kecil. Pengenaan pajak 10 persen itu akan dibebankan kepada penghuni kos sebagai penikmat jasa. “Jadi, nomenklatur itu tidak menyebut pajak kos-kosan, melainkan rumah pribadi yang difungsikan sebagai hotel,” imbuhnya.

Pemilik kos di Tuguran, Magelang Utara Sri mengaku keberatan dengan ketentuan tersebut. Hal itu dirasa memberatkan bagi para pemilik maupun penghuninya. Apalagi sebagian besar penghuninya merupakan mahasiswa.

Dia memiliki 13 kamar kos di Tuguran. Namun, harga kamarnya berbeda dengan rumah kos lainnya. Pun dengan fasilitasnya yang berbeda. Ketika ada pengenaan pajak kos 10 persen, dia tentu kesulitan untuk mengalokasikan rincian pembayaran dari penghuni kos tersebut. “Mau menyampaikan ke penghuni juga bingung, tidak tega,” tambahnya. (aya/din)

Lainnya