Neutron Yogyakarta

Satu TPS di Kabupaten Magelang Bakal Gelar Pemungutan Suara Ulang

Satu TPS di Kabupaten Magelang Bakal Gelar Pemungutan Suara Ulang
PENGHITUNGAN: Petugas TPS di Ponpes API Asri, Desa Dlimas tengah menghitung jumlah perolehan surat suara, Rabu (14/2/2024). NAILA NIHAYAH/RADAR JOGJA

MUNGKID – Satu tempat pemungutan suara (TPS) di Kabupaten Magelang bakal menggelar pemungutan suara ulang (PSU). Tepatnya di TPS 11 Desa Mangunsari, Sawangan.

Penyebabnya, ada dua pemilih yang beralamat di luar Magelang, tapi mereka menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut.

Padahal, keduanya tidak mengantongi formulir A pindah memilih. Termasuk di daerah asalnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magelang Ahmad Rofik mengutarakan, keduanya merupakan warga Cilegon dan Tangerang, Banten.

Mereka menggunakan hak pilihnya di TPS 11 Desa Mangunsari. Tapi, tidak mengurus pindah memilih.

Sebetulnya, KPU sudah mengimbau kepada warga luar Magelang agar mengajukan pindah memilih. Sehingga masuk dalam daftar pemilih tambahan (DPTb).

“Tapi, itu yang tidak terjadi di dua pemilih ini. Sehingga ini menjadi penyebab PSU,” ujar dia di kantornya, Kamis (15/2/2024).

Dia menyebut, dua orang itu datang dengan hanya membawa KTP, tanpa disertai formulir A pindah memilih. Mereka sempat dicegat oleh petugas KPPS.

Keduanya juga telah mengisi daftar hadir dan bersikeras untuk tetap bisa menggunakan hak pilihnya.

Petugas KPPS pun menghubungi PPS. Namun, Rofik menilai, petugas PPS itu kemungkinan sedang konsentrasi dan kurang memahami pertanyaan dari KPPS.

Sehingga PPS memperbolehkan kedua pemilih itu mencoblos.

Mendasari pernyataan tersebut, KPPS memberikan satu surat suara presiden-wakil presiden kepada mereka.

Selang beberapa menit setelah mencoblos, petugas PPS kembali menghubungi KPPS.

“Dia meralat dan keduanya (pemilih) tidak boleh mencoblos karena belum punya formulir A pindah memilih,” katanya.

Namun, nasi telah menjadi bubur. Kedua pemilih dari Cilegon dan Tangerang itu sudah terlanjur mencoblos dan memasukkan surat suara itu ke kotak suara.

Karena itu, petugas KPPS melaporkan kepada KPU dan bawaslu soal kejadian tersebut.

Sembari menunggu, para petugas pemilu di TPS 11 belum melakukan penghitungan suara. Meski seluruh pemilih sudah menggunakan hak pilihnya.

“Saya (KPU) dan bawaslu ke sana. Bawaslu menggali informasi dan akhirnya sepakat agar tugas KPPS biar diselesaikan, yaitu menghitung suara dulu,” ungkapnya.

Setelah bawaslu berkoordinasi dengan Bawaslu Provinsi Jateng, ada rekomendasi terkait dengan PSU.

KPU pun akan menjalani sesuai prosedurnya. Saat ditanya terkait jenis surat suara yang dilakukan PSU, kata Rofik, belum diputuskan secara pasti.

“Kami sedang memproses. Kan harus ada usulan dari KPPS untuk disampaikan kepada KPU melalui PPS dan PPK. Kemudian kita adakan (rapat) pleno menetapkan dan mengkaji itu. Terus baru ada proses penyediaan logistik dan lainnya,” imbuh Rofik.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang M Habib Shaleh menyebut, dua pemilih tersebut merupakan ustaz di salah satu pondok pesantren (ponpes) yang berasal dari Cilegon dan Tangerang.

“Kejadiannya pukul 12.45. Ada dua ustaz datang ke TPS. Oleh pengawas TPS dan KPPS (keduanya) dicegat dan bilang kalau mereka tidak punya hak memilih di sini,” jelasnya.

Keduanya berinisiatif untuk mengecek secara online dan saat itu juga mereka diketahui tidak masuk dalam DPT maupun DPTb.

Baik di Magelang maupun alamat asal. Tetapi, mereka bersikeras untuk menggunakan hak pilihnya.

Habib menyebut, ketua KPPS lantas konsultasi kepada PPS.

“Oleh PPS diizinkan untuk memilih dengan menjadi daftar pemilih khusus (DPK). Karena KTP-nya Banten, diberikan satu surat suara presiden. Mereka masuk ke TPS dan mencoblos,” katanya.

Sekitar pukul 12.50, petugas PPS tersebut kembali menghubungi KPPS dan mengatakan jika mereka tidak berhak memilih.

Namun, mereka sudah terlanjur menggunakan hak pilihnya dan surat suara sudah masuk di kotak kota.

Beberapa menit kemudian, panwascam Sawangan datang menuju TPS 11 dan meminta keterangan kepada dua pemilih tersebut, KPPS, petugas TPS, dan para saksi.

Lantas, bawaslu melaporkan kejadian itu kepada Bawaslu Provinsi Jateng.

Berdasarkan instruksi, Bawaslu Kabupaten Magelang diminta melakukan verifikasi data tersebut.

“Akhirnya kemarin sore kita ke Mangunsari. Kami kumpulkan semua KPPS, pengawas TPS, PPS, panwasdes, panwascam, PPK, KPU, termasuk saksi. Saya minta mereka berbicara,” lontarnya.

Dari hasil verifikasi tersebut, Bawaslu Provinsi Jateng memutuskan agar dilakukan PSU.

Keputusan itu diabil berdasarkan pertimbangan yang matang, penelurusan, dan menjadi solusi yang aman.

Habib menegaskan, PSU ini harus dianggap sebagai proses yang biasa saja. Ketika terjadi persoalan di TPS, praktis berpotensi terjadinya PSU.

Sehingga hal itu bukan menjadi aib bagi KPU dan tidak akan mencederai kinerjanya.

Menurutnya, PSU merupakan proses yang sudah diatur dalam UU dan PKPU.

“Jadi, setelah kita analisis dan kita kaji, inilah solusi yang terbaik. Karena ada pemilih yang tidak sah, ikut mencoblos. Solusi yang terbaik adalah PSU. Meski nanti ada potensi kecurangan saat PSU,” bebernya.

Selaras Pasal 373 UU 7/2017 Jo PKPU 25/2023 Jo Kpt 66/2024, ada beberapa hal yang menjadi acuan dilaksanakannya PSU. Pertama, berdasarkan penelitian dan pemeriksaan PTPS memberikan saran perbaikan kepada KPPS.

Lalu, usul KPPS diteruskan ke PPK selanjutnya kepada KPU kabupaten/kota. Kemudian, PSU dilaksanakan paling lambat 10 hari setelah pemungutan suara berdasarkan SK KPU kabupaten/kota.

Lainnya

Exit mobile version