RADAR JOGJA – Pandemi Covid-19 menyebabkan pemasaran rambak kulit sapi di Dusun Brontokan, Danurejo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang melesu. Akibatnya, produktivitas menurun. Hal itu dirasakan Kamiyo, salah satu pengusaha di sentra tersebut.
“Yang biasanya bisa tembus 40 sampai 50 kilogram (kg) per hari. Kini hanya mencapai 25 kg per hari,” terang Kamiyo, Senin (2/11).
Melesunya pasar cukup terasa di awal pagebluk ini. Pasar melesu perlahan sehingga banyak pengusaha yang kelimpungan. Hal itu juga akibat imbas banyaknya rumah makan yang tutup di sejumlah daerah.
Di tengah pasar yang kini beranjak membaik, cuaca yang kerap kali mendung dan hujan juga menjadi kendala. Rambak jadi lama kering. Penjemuran yang seharusnya kering selama dua hari, kini jadi molor hingga empat hari. Sehingga menghambat produktivitas.
“Ya, paling tidak harus nyetok. Sebab, jika hujan turun berhari-hari bisa saja tidak produksi atau hanya menghabiskan stok lama,” ujarnya.
Sejauh ini, belum ada cara lain mekanisme penjemuran. Penjemuran dilakukan manual. Meski pernah terbesit mencoba penjemuran oven, namun belum dilakukan. Dia enggan beresiko. Terlebih dengan jumlah produksi yang tak sedikit.
Cuaca mendung, tentunya berdampak pada kualitas rambak. Karena tak bisa kering sempurna, saat digoreng rambak mengkerut. Sehingga, menambah jumlah dalam setiap kemasannya.
Dalam produksi, setidaknya membutuhkan waktu lima hari proses pengolahan hingga pengemasan. Sementara stok bahan baku kulit sapi sudah disiapkan lebih dulu. Satu ton untuk dua minggu. Bahan kulit sapi diambil dari Magetan, Jawa Timur.
Kendati begitu, dia bersyukur meski produksi menurun, dia tak kehilangan pelanggan. Usahanya tetap bisa berjalan di tengah pandemi ini.
Ketua RT 2 RW 6 Dusun Brontokan Mulyanto menambahkan, pada 1998 warga di kampung ini mulai memproduksi krupuk rambak kulit sapi. Dulu jumlahnya belasan pengusaha. Seiring berjalannya waktu, banyak yang banting stir menggeluti usaha lain. Hingga kini kurang dari 10 pengusaha yang masih bertahan.
“Kalau sini sifatnya milik pribadi. Pasarnya juga sendiri-sendiri dan belum ada paguyuban. Penjualannya lingkup lokal, luar daerah masih Pulau Jawa,” bebernya. (mel/pra)