RADAR MAGELANG – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Conference of the Parties (COP) 28, telah digelar Senin lalu (12/4/23) di Dubai, Uni Emirat Arab.
Pada pertemuan ini, PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa mereka siap untuk menjadi pemain utama dalam penyimpanan karbon di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung pada pertemuan tersebut oleh Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza.
Baca Juga: Baru Empat Homestay di Bantul yang Kantongi NIB
Program CCS/CCUS
Dalam kesiapan tersebut, Pertamina telah membuktikannya melalui program Carbon Capture Utilisation Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilisation Storage (CCUS).
Dalam pertemuan tersebut, Oki memaparkan bahwa ia melihat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Pertamina.
Dan untuk menangkap peluang tersebut, Pertamina saat ini sudah memiliki 8 lokasi CCS/CCUS. Pengembangan tersebut dikolaborasikan bersama mitra strategis lainnya.
8 lokai CCS/CCUS tersebut yaitu, 2 di Sumatera, 4 di Jawa, dan 2 lagi di Sulawesi. Inisiatif CCS/CCUS saat ini sedang berada pada masa studi kelayakan yang meliputi kelayakan teknis bawah permukaan, fasilitas permukaan, dan ekonomi.
Baca Juga: Kendala Pelaku Fotografi Desain Produk Ada di Minimnya Pemahaman Komposisi
Pertamina sebagai BUMN sector minyak dan gas, yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia, namun di saat bersamaan menjalankan program dekarbonisasi, melihat CCUS sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah minyak dan gas Indonesia, sekaligus mendukung target NZE.
Pertamina telah mendorong pemanfaatan CCS dan CCUS ini sejak pertemuan di Glasgow 2 tahun lalu.
Sejak pertemuan tersebut, pertamina secara konsisten mempertimbangkan agar teknologi CCS/CCUS ini dapat diterapkan dengan terus mengembangkannya tahap per tahap, sambil Pertamina menunggu kepastian kebijakan dari pemerintah.
Kebijakan tersebut yaitu, salah satunya perhitungan CCS/CCUS ke dalam Nationally Determined Contributions (NDC) dan kolaborasi antar lembaga.
Baca Juga: Apes, Pelaku Usaha Sepanjang Jalan Wonosari-Jogja Kena Tipu Program Kolektif Andalalin
Untuk mengembangkan CCS dan CCUS ini, ada aspek yang perlu diperhatikan yaitu belanja modal.
Belanja modal dapat diatasi dengan mengembangkan nature-based solution (NBS) yang dinilai memiliki biaya paling murah. Untuk solusi lainnya, dengan penangkapan metana.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia CSS Center, Belladonna Maulinda, CCS adalah inovasi paling memungkinkan untuk mengatasi perubahan iklim dan mendorong target karbon netral.
Maulinda menambahkan bahwa CCS memiliki berbagai manfaat seperti bisa mengurangi biaya, mencegah risiko dagang, bisa membuka lapangan pekerjaan, dan dapat mendorong pengembangan industry rendah karbon.
Baca Juga: Jalur Imbas Longsor Dinormalisasi, Perjalanan KA Berangsur Pulih
General Manager Advocacy Global CCS Institute, Guloren Turan, menilai Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan CCS ini.
Indonesia memiliki sumber daya penyimpanan, dan telah berupaya mengembangkan industry rendah karbon.
Penyimpanan Produksi Ammonia dan Hidrogen Rendah Karbon
Saat ini, proyek CCUS yang sedang dikembangkan ada di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Proyek CCUS di Jawa Barat ini memiliki potensi penyimpanan karbon sebesar 146 ribu ton. Selain proyek CCUS, proyek CCS juga sedang dikembangkan Pertamina sebagai platform yang mendukung produksi ammonia dan hydrogen rendah karbon.
Baca Juga: Kompak, 43 Pasangan Eselon Dua dan Tiga Pemkab Bantul Ikut Bimbingan Teknis Keluarga Berintegritas
Proses CCS yang dikembangkan yaitu dengan menghapus karbon dioksida (CO2) dari pembangkit ammonia dan kilang, dari pembangkit hydrogen dengan menggunakan teknologi konsentrasi tinggi dan unit kebakaran dengan konsentrasi rendah.
Selanjutnya, karbon dioksida (CO2) akan dikompres dan di angkut ke area di sekitar pembangkit, dan terjadilah injeksi CO2 atau proses CCS ini.
Setelah proses CCS, nantinya akan terbentuk senyawa hydrogen dan ammonia sebagai bahan baku rendah karbon.
Proses CCS ini telah dilakukan di kawasan Kutai Basin, Kalimantan Timur.
Rata-rata CO2 yang dihasilkan dari pembangkit hydrogen di Balikpapan sebesat 1,4 juta ton/tahun. Sedangkan kapasitas penyimpanannya sebesar 270 juta ton.
Produksi amino juga sedang dilakukan di Pembangkit Amonia Banggai. CO2 yang dihasilkan dari Pembangkit Amonia ini mencapai 1 juta ton/tahun. Sedangkan kapasitas penyimpanannya mencapai 273 juta ton.
Untuk penyimpanan-penyimpanan tersebut, dikatakan Oki bahwa akan selesai dan dapat digunakan pada tahun 2030. (Anistigfar/Radar Jogja)