RADAR MAGELANG – Di Tangan Abdul Afif dan Jachinta Chandra Sari, Abon Lele Jadi Peluang Usaha Baru Produk abon lele belum banyak di pasaran. Peluang itulah yang ditangkap oleh pasangan suami-istri asal Dusun Permitan, Bondowoso, Mertoyudan bernama Abdul Afif dan Jachinta Chandra Sari.
NAILA NIHAYAH, MUNGKID
Mereka tertarik untuk mengembangkan usaha itu karena melihat keberadaan tambak di lingkunganya. Dirasa memiliki potensi pemberdayaan lele. Meski baru berjalan setengah tahun, tapi produknya sudah dikenal di beberapa daerah. Nama produknya dikenal dengan ‘Lele Rere Borobudur’.
Ayi, sapaan akrabnya menuturkan, usaha ini bermula ketika dirinya menetap di Magelang setelah berpindah-pindah kota. Saat itu, dia juga membuka usaha sesuai dengan potensi di kota tersebut. Seperti pemasaran lele hingga membuka toko batik.
Di Magelang, dia bersama keluarga kecilnya sudah tinggal selama tiga tahun. “Suami saya buka lahan di mata air Ndas Gending. Di sana ternyata banyak tambak-tambak lele, nila, bawal, maupun gurame yang potensial untuk diolah. Akhirnya suami saya melihat ada peluang usaha baru,” terangnya saat ditemui, Kamis (3/8/23).
Baca Juga: Khidmatnya Hari Raya Galungan di Magelang
Lantaran keluarganya suka bereksperimen untuk membuat suatu makanan, akhirnya tercetuslah ide untuk membuat abon lele. Menariknya, lele yang digunakan hanya berukuran jumbo. Beratnya kira-kira lebih dari dua kilogram (kg).
Usaha rumahan ini baru dirintis selama setengah tahun. Namun, berproduksi setiap minggunya. Semula memang ditawarkan oleh tetangga dan lingkungan terdekat. “Masih apa adanya. Kami juga masif melakukan promosi di media sosial,” bebernya.
Kehadiran produk abon lele ini dinilai masih jarang ditemui. Hal itu membuat Ayi semakin bersemangat dalam membuatnya. Ia juga terus berinovasi agar produknya semakin dikenal luas di masyarakat. “Awal mula (buat) untuk kebutuhan rumah (makan), tapi lama-lama berpikir tidak dikembangkan saja,” sambungnya.
Adapun proses pembuatannya, diawali dengan membersihkan lele tersebut. Kemudian, dimarinasi memakai peruk nipis, garam, dan jahe agar lebih fresh. Barulah dikukus sekitar 30-45 menit sembari menyiapkan bumbu.
Setelah lunak, daging lele dikerok dan disuwir menggunakan garpu. Ayi menyebut, langkah selanjutnya adalah menumis bumbu dan harus benar-benar sempurna serta matang. Karena hal itu dapat berpengaruh terhadap cita rasa. Lalu, suwiran lele itu ditumis bersama bumbu.
Baca Juga: Abon Ayam Buatan Alumni Polbangtan Kementan Kuasai Pasar Jawa Tengah
Dia menyebut, dalam pembuatan abon, yang paling lama adalah proses penggorengan. Dulunya, proses itu membutuhkan waktu 2-3 jam. Namun, sekarang waktunya bisa dipangkas meskipun harus menyiapkan dua penggorengan. “Biasanya (wajan muat) 10 kg, tapi setelah ditumis sisa empat kg-an,” ujarnya.
Produksinya, kata dia, dilakukan setiap minggu, menyesuaikan waktu dan pesanan. Bahkan, dia menjadi satu pelaku UMKM yang beruntung mendapat pesanan pada gelaran Tour de Borobudur (TdB) sebanyak 200 pack untuk merchandise event tersebut. Ia juga membuka stan bersama para pelaku UMKM lainnya. “Di sinilah proses pembelajaran terjadi,” terangnya.
Ayi menyebut, dalam sekali produksi, bisa mendapat 25 hingga 50 pack berukuran 100 gram. Dengan harga Rp 25 ribu. Di ruang terbuka, abon lele ini bisa bertahan hingga satu minggu lamanya. Sementara jika diletakkan di dalam freezer, akan bertahan hingga satu bulan. Lantaran abon lele ini dibuat tanpa bahan pengawet.
Usaha keluarga ini, lanjut dia, juga melibatkan masyarakat setempat. Untuk tingkat penjualan, tergantung pesanan. Rasanya juga tergantung permintaan, manis maupun pedas. Bahkan, ia beberapa kali pernah mengirim produknya ke luar kota seperti Jakarta, Bandung, Pekalongan, hingga Surabaya. Saat ini, dia terus berproses agar mendapat PIRT dan logo halal. (pra)