RADAR MAGELANG – Rencana Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Purworejo membangun glamping atau tempat kemah eksklusif di Heroes Park, Purworejo menuai polemik. Rencana pembangunan itu mendapatkan penolakan dari aliansi masyarakat Desa Kedungsari seperti petani, ulama, hingga santri.
Salah satu anggota aliansi yaitu Edi Suryanto menyebut, pihaknya menolak wacana pembanguan dan meminta DLHP Purworejo agar mengkaji ulang terkait wacana pembangunan. Dia mengungkapkan, mereka keberatan karena lokasi pembanguan glamping tersebut dekat dengan mata air yang mengaliri sawah. “Selain itu, dengan dibuatnya tempat wisata otomatis akan ngebor atau buat sumur tentu akan mengganggu pertanian,” katanya usai melakukan audiensi terkait hal itu pada di DLHP Purworejo Senin (28/8).
Hal lain, dikhawatirkan akan ada limbah yang akan masuk saluran irigasi dan akan lari ke Kedungsari. Mereka juga takut jika nanti glamping tersebut akan dijadikan sebagai tempat untuk berbuat hal yang tidak baik. “Bayangan kami, glamping itu kan glamorous camping dan nantinya akan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik (mabuk dan lain sebagainya) sehingga kami menolak itu,” sebut kyai dengan julukan Kyai Merah itu.
Seperti, diketahui Heroes Park merupakan sebuah taman yang terletak di Bumi Perkemahan Arga Putra Purworejo. Tepatnga, berada di Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Purworejo. “Di wilayah Heroes Park, kami merencanakan pembangunan ruang hijau. Ke depan, akan membuat pengembangan bumi perkemahan salah satunya dengan membangun glamping,” kata Kepala DLHP Purworejo Wiyoto Harjono.
Rencananya, akan ada dua unit permanen ukuran 3×5 meter dan yang lain hanya dasaran atau alas yang sistemnya buka tutup. Lokasi pembanguan ada di eks lahan pertanian tepatnya di tenggara pendopo Heroes Park dengan anggaran Rp 230 juta.
Konsep dari glamping tersebut adalah sebagai tempat edukasi dan konservasi baik untuk kegiatan pramuka ataupun pertanian. “Bukan untuk umum juga, itu hanya untuk event saja seperti pramuka ataupun komunitas. Terlebih fokus kami kan lingkungan, bukan pariwisata,” ungkap dia.
Namun, saat ini belum mulai dilakukan pekerjaan dan DED baru akan terselesaikan. Dalam waktu dekat, pihak DLHP Purworejo baru akan melakukan sosialisasi. “Sampai saat ini masih mengkaji, belum sampai ke pelelangan, belum ada kontrak dan sebagainya,” kata Wiyoto.
Adapun beberapa keberatan yang disampaikan oleh aliasi itu yaitu berkaitan dengan akses air di mana wilayah tersebut airnya kurang sehingga dikhawatirkan akan mengurangi cadangan air di sana. Persoalan lain yaitu terkait limbah yang ditakutkan akan mencemari wilayahnya. “Selain itu, dikhawatirkan glamping itu akan seperti hotel dan dijadikan sebagai wisata, padahal hanya akan digunakan untuk konservasi dan edukasi,” jelasnya.
Terkait penolakan itu, secara garis besar pihaknya sudah menerima. Pun, akan segera mengkomunikasikan kepada Sekda ataupun Bupati Purworejo untuk tindak lanjutnya. (han/pra)