Neutron Yogyakarta

Penjualan Online Buat Pasar Tradisional Sepi

Penjualan Online Buat Pasar Tradisional Sepi
  TUNGGU PEMBELI: Suasana pasar rakyat Desa Tempurejo, Tempuran saat siang hari tampak sepi. Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR JOGJA – Tren penjualan online dirasakan dampaknya oleh pedagang pasar tradisional. Seperti seorang pedagang Pasar Rakyat Tempuran Nuri mengungkapkan, kondisi pasar saat ini memang semakin sepi.

“Penghasilan sekarang bahkan hanya setengah dari (penghasilan) yang sebelumnya. Saat belum ada online-online,” katanya Kamis (9/11). Dia pun tak bersedia menyebut jumlah omzet.

Perempuan yang berjualan sembako itu menduga, penyebab utamanya adalah banyak toko online yang menjual barang dengan harga lebih murah. Selain itu, banyak pula pedagang sembako dan sayur keliling ke kampung-kampung. Sehingga warga tidak perlu ke pasar untuk belanja.

Untuk menarik pembeli, dia berusaha menata barang dagangannya agar rapi, bersih, dan terlihat banyak. “Jadi, barang dagangan harus dipajang dan terlihat semua. Biar pembeli tertarik kalau lengkap,” paparnya.

Pedagang lain Kholifah menduga, toko online bisa menjual barang dengan harga lebih murah karena tidak perlu menyediakan barang secara langsung. Hanya memamerkan foto produk. Saat ada pemesan, barulah penjual akan mencari barang sesuai pesanan.

Praktik tersebut, lanjut dia, jelas berbeda dengan para pedagang di pasar. Modal yang dikeluarkan cukup banyak karena harus menyediakan barang untuk mengisi toko. “Jadi, barangnya ada di sini. Tapi, ini keunggulan pedagang di pasar. Pembeli bisa melihat langsung barangnya, jadi jelas saat mau beli,” ungkapnya.

Terkait hal itu Bupati Magelang Zaenal Arifin mengutarakan, selama tiga tahun terakhir, penataan dan penertiban pasar dilakukan dengan intens dan bertahap di 17 pasar. Langkah konkret itu sudah dilakukan di Pasar Rakyat Tempuran. Yang mana konsepnya merujuk pada pasar sesuai standar nasional Indonesia (SNI).

Dia menyebut, demi mengusung konsep itu, ada berbagai syarat dan ketentuan berlaku. “Yang mana hasil akhirnya adalah Pasar Rakyat Tempuran diakui sebagai pasar ber-SNI. Selain itu, penataan dan penertiban juga dilakukan pada pasar di Kaliangkrik,” ujarnya.

Zaenal pun tidak menampik, masih banyak para pedagang, khususnya lesehan yang tidak mengantongi izin. Sebab berdasarkan fakta di lapangan, memang masih banyak kendala. Termasuk ketidakpatuhan pedagang. Di satu sisi, dia mengakui, kondisi pasar saat ini lebih sepi ketimbang sebelum pandemi. Bahkan, efeknya sangat terasa. Lebih-lebih kini mulai merebak pasar digital yang tidak dibarengi dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia pasar. (aya/pra)

Lainnya