RADAR MAGELANG – Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kebumen memasukkan kesenian membatik sebagai bagian ekstrakurikuler. Kebijakan ini diambil pihak madrasah agar kebudayaan lokal tak semakin ditinggalkan.
“Para siswa akan lebih mengenal makna filosofi dan sejarah dari setiap goresan batik,” kata Kepala MIN 1 Kebumen Widyastuti Kamis (30/11)
Menurut dia, pencanangan ekstrakurikuler membatik berangkat dari sebuah keresahan. Di mana generasi muda saat ini cenderung kurang mengenal batik. Padahal batik masuk dalam daftar kekayaan budaya bangsa. “Kami ingin anak-anak tidak meninggalkan kearifan lokal. Belum tentu bangsa lain, daerah lain punya khas batik,” katanya.
Baca Juga: Bupati Kebumen Bersihkan Trotoar, Pemkab Target Raih Penghargaan Adipura
Di dalam ektrakurikuler batik, kata Widysatuti, siswa juga diharapkan mampu memahami tentang nilai estetik, kesabaran serta keuletan. “Walaupun proses lama ya, setidaknya anak-anak tahu apa itu batik. Sebetulnya banyak pelajaran yang bisa diambil,” ujarnya.
Widyastuti mengatakan, kegiatan di luar jam pembelajaran tersebut telah berlangsung lima tahun belakangan. Ia mengungkapkan, pertama kali ekstrakurikuler membatik dibuka, para siswa jarang yang melirik karena dianggap kegiatan kuno.
Namun, kondisi itu bukan menjadi penghalang para guru pembimbing. Berbagai terobosan dan pendekatan terus dilakukan demi meningkatkan daya minat siswa. Sekadar informasi, MIN 1 Kebumen berada di Desa Gemeksekti, Kecamatan Kebumen. Sebuah desa yang merupakan sentra penghasil batik unggulan khas Kebumen. Potensi batik sejak lama menjadi daya tarik utama di desa ini.
Kesenian membatik tampaknya tak dapat dipisahkan bagi sebagian besar warga Desa Gemeksekti. Sampai sekarang terdapat lebih dari 100 perajin batik yang tetap eksis. Mereka mempertahankan warisan leluhur tersebut secara turun temurun.
Salah satu siswa kelas IV Nabila Sakira Putri mengaku senang mengikuti kegiatan membatik di sekolah. Terlebih dalam proses membatik diajari dari nol. Dia juga senang karena terkadang diajak guru pembimbing untuk menyaksikan langsung ke rumah produksi batik. “Belum pernah batik pakai kain. Paling pakai buku gambar. Sekarang sama bu guru diajari langsung,” katanya. (fid/pra)